Laman

Kamis, 24 November 2011

Menyoal Cyberbaiting

Cyberbaiting adalah konsep kejahatan dunia maya dengan melakukan aksi yang mempermalukan individu atau kelompok (korban), dan dikonsumsi secara massif oleh publik

Sedihnya, korban dari perlakuan cyberbaiting ini mayoritas adalah para pengajar (guru dan dosen), yang sengaja dipermalukan secara "online" oleh peserta didiknya (murid, siswa dan mahasiswa) disebabkan oleh beberapa faktor / hal kecil yang dianggap mengesalkan oleh para peserta didik tersebut. Konsep ini dijelaskan dalam perspektif post-modernisme mengenai kejahatan anonim yang mungkin terjadi oleh kelancangan pribadi-pribadi "semu" dunia maya.

Pribadi-pribadi ini memiliki objek azali yang berinteraksi sosial satu sama lain, menerima sebuah perlakuan dan mungkin menimbulkan sebuah interaksi sosial berbentuk konflik laten yang berkembang menjadi prosesi cyberbaiting. Sebenarnya hal seperti ini tidak mesti terjadi, mengingat posisi para pengajar yang semestinya berada pada pucuk peradaban akademis sebagai agen pendistribusian ilmu pengetahuan dan informasi dari generasi ke generasi berikutnya. Seperti reportase dari harian Kompas hari ini, 60% dari tenaga pengajar di negara tersebut terkena Cyberbaiting dari para peserta didiknya yang menyebabkan turunnya pamor dan kewibawaan dirinya serta sekolah tempat ia mengajar.

Pribadi-pribadi ini membentuk kelompok di dunia maya (clan?) yang memiliki kepentingan bersama dan saling berbagi informasi satu sama lain. Informasi mana yang mungkin saja menyisipkan unsur-unsur penghinaan terhadap individu tertentu yang kemudian dikonsumsi bersama-sama dalam kelompok tersebut. Sedihnya, perbuatan cyberbaiting ini memiliki pelaku mayoritas adalah para remaja, dengan sedikit sekali dari pelaku tersebut adalah orang dewasa. Kondisi ini menjadi sangat memprihatinkan karena kemudian memperburuk dan bahkan menjatuhkan citra sang korban (pendidik) di mata para peserta didiknya dan institusi pendidikan tersebut tempat ia bernaung.

Jika dilihat dari skema cyberbaiting ini, faktor pertama yang memicu terjadinya cyberbaiting tidak luput dari pertemanan antar individu di situs jejaring sosial, dimana individu pelaku cyberbaiting dapat dengan leluasa mengkampanyekan "keburukan" sang korban yang dipindah-tangankan dari satu individu ke individu sosial yang lain. Situs penyedia konten video streaming online juga adalah media bagi penyimpanan, penerbitan, penyiaran dan penyebaran konten berbau cyberbaiting.

Sebuah posan moral terselip dari fenomena ini, kepada para staff pengajar, mereka-mereka yang memiliki pekerjaan yang menuntut sikap kepatuhan komunal dan menjunjung sebentuk marwah pribadi sebagai salah satu modalnya, agar sebaiknya berhati-hati dalam melakukan pertemanan di jejaring sosial. Hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah cara alternatif menghindari diri dari kemungkinan korban perbuatan cyberbaiting dari person-person yang bersinggungan dan berinteraksi dengan kita, namun memiliki skema konflik laten yang dikelola dan dipresentasikan dengan cara tersebut.

Rabu, 23 November 2011

Misteri Musa


Musa (Moses) Musa (Ibrani : מֹשֶׁה Mošé; bahasa Tiberia: Mōšeh; bahasa Arab: موسى, Mūsā; bahasa Ge'ez: ሙሴ Musse) adalah seorang nabi yang menyampaikan Hukum Taurat dan menuliskannya dalam Pentateveh/Pentateukh (Lima Kitab Taurat). Musa adalah anak Amram bin Kehat dari suku Lewi, anak Yakub bin Ishak. Ia diangkat menjadi nabi sekitar tahun 1450 SM. Ia ditugaskan untuk membawa Bani Israil keluar dari Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 873 kali dalam 803 ayat dalam 31 buku di Alkitab Terjemahan Baru dan 136 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki orang 2 anak (Gersom dan Eliezer) dan wafat di Tanah Tih (Gunung Nebo).

Terdapat misteri dan kontroversi mengenai sejarah Musa, keberadaannya serta persinggungannya dengan bangsawan kelas atas Kerajaan Mesir juga pengadopsian beliau oleh ratu mesir sendiri. Dengan teknologi modern saat ini, juga perkembangan ilmu pengetahuan yang berjalan pesat, para ilmuwan kembali berusaha menguak misteri Musa dengan beragam hasil penelitian yang dipublikasikan dewasa ini.

Menurut Kitab Kejadian, nama Musa berarti "diangkat dari air". Beberapa ahli kitab masih mempercayai bahwa "air" di Alkitab seringkali merupakan metafora yang menunjuk kepada bangsa kafir, setan (sebuah pemahaman yang dapat dimengerti untuk seorang pengembara di padang gurun), dan keduniawian. Maka itu, nama Musa menyimbolkan sebuah harapan keselamatan dari setan oleh Tuhan(?) selama Tuhan menuntun mereka ke tanah perjanjian. Musa juga memimpin bangsa Israel melewati Laut Merah, yang mana itu juga menunjukkan penyelamatan dari air.

Dalam hubungannya dengan kebudayan Mesir:
  • Beberapa ahli kitab Yahudi mempercayai bahwa nama Musa yang sesungguhnya adalah versi bahasa Mesir dari "diangkat (dari air)", dan kemudian itu diserap ke dalam bahasa Yahudi, entah melalui tulisan dalam Alkitab, atau oleh Musa sendiri kemudian.
  • Banyak ahli kitab modern mempercayai bahwa putri Firaun mungkin memberikan namanya dari bahasa Mesir "Mose"/"Mese", yang artinya "anak" atau "keturunan" atau "pemberian"; contohnya: "Thutmose" berarti "anak dari Thoth", dan Rameses berarti "anak yang diberi oleh Ra".
  • Banyak ahli kitab yang mempercayai bahwa Musa sesungguhnya memiliki nama lengkap dalam bahasa Mesir, dengan nama utama "Mose"/"Mese" dan digabung dengan nama dewa Mesir (mirip seperti Rameses), tapi nama dewa itu kemudian ditanggalkan, entah pada saat dia menggabungkan diri ke dalam budaya Israel, atau oleh penulis-penulis selanjutnya, yang merasa terganggu dengan fakta bahwa Nabi mereka memiliki nama Mesir yang sedemikian.
  • Dalam bahasa Mesir kuno, kata "Mo" itu berarti "Air, sementara kata "Sa" berarti "Anak". Nama lengkapnya "Mosa" berarti "anak dari air", seperti fakta bahwa dia ditemukan dalam keranjang di atas air.

Merujuk pada periodisasi al Kitabiah (Injil), sejarah Musa termuat sebagai berikut:
1706 SM - 130 thn ketika Yakub datang ke Mesir untuk hidup (Kejadian 47:9)
1635 SM - Yusuf meninggal pada 110 thn
1526 SM - Musa lahir
1486 SM - Musa lari dari Mesir pada usia 40 thn
1446 SM - Keluaran (Musa meninggal pada usia 120 thn (Ulangan 34:7)

Untuk menilik kompleksitas dari peristiwa dasar revolusi tauhid-monotheistik terhadap raja Mesir Akhenaten (1360-1340 SM) . Papyrus Turin SEGALA RAJA, juga disebut CANON Turin, adalah lembaran-lembaran Papirus yang ditulis pada masa pemerintahan Firaun Rameses II (yaitu, RA-MUSA, Firaun Keluaran, 1300 SM)

Dalam penanggalan Muslim bagaimanapun, tidak ada catatan bahwa orang Mesir menggunakan hukuman penyaliban di zaman Musa (1450 SM, tanggal konservatif; 1200 SM di perbarui) atau bahkan Yusuf (1880 SM, tanggal konservatif). Penyaliban hanya menjadi hukuman jauh kemudian dalam sejarah setelah diambil alih oleh orang Mesir. Ancaman hukuman penyaliban tersebut oleh Firaun pada saat ini secara historis dapat dinyatakan tidak akurat.

Musa dan Kaum Israel
Sebelum terjadinya perbudakan Israel, bangsa Israel hidup senang di tanah Mesir, selama bangsa Mesir berada di bawah pemerintahan Yusuf, yang adalah orang Israel. Yusuf merupakan orang Israel yang dijual ke tanah Mesir oleh saudara-saudaranya oleh karena iri hati. Namun oleh karena pertolongan Tuhan, Yusuf dapat melalui itu semua dan pada akhirnya menjadi penguasa tingkat dua mesir, setingkat langsung di bawah firaun yang waktu itu berkuasa. Firaun memberikan kuasa dan kepercayaan penuh kepada Yusuf untuk melakukan apapun yang dianggap Yusuf baik bagi Mesir, dan kemudian Yusuf memboyong keluarganya pindah ke tanah Mesir, karena di Kanaan tempat keluarganya dahulu berdiam terjadi kelaparan hebat. Itulah penyebab awal mula bangsa Israel dapat tinggal di Mesir. Musa adalah anak Amram dan Yokhebed, saudara dari ayah Amram yaitu Kehat, yang adalah kaum suku Lewi. Musa memiliki dua orang saudara, yaitu Miriam dan Harun. Musa dilahirkan di dalam pemerintahan Firaun. Setelah beberapa waktu, Yusuf pun meninggal. Dan berkuasalah seorang Firaun yang tidak mengenal Yusuf. Firaun ini khawatir dan cemas akan perkembangan jumlah bangsa Israel yang begitu besar jumlahnya, bahkan sudah melebihi jumlah dari bangsa Mesir sendiri. Firaun khawatir bangsa Israel suatu saat akan membelot dan bersekutu dengan tentara musuh ketika bangsa Mesir sedang menghadapi peperangan.

Oleh karena itu, Firaun melakukan hal-hal ini untuk menekan laju pertumbuhan penduduk Israel:
  1. menempatkan pengawas-pengawas rodi untuk menindas bangsa Israel dengan paksa.
  2. menyuruh bidan-bidan yang membantu bangsa Israel bersalin untuk membunuh setiap bayi yang dilahirkan begitu keluar dari kandungan, apabila bayi tersebut laki-laki.
  3. menyuruh pengawalnya membunuh melemparkan semua bayi laki-laki yang ditemui ke sungai Nil.
Namun segala hal tersebut ternyata tidak dapat menekan angka pertumbuhan penduduk Israel, bahkan semakin bertambah banyak.

Pada saat itu, Yokhebed, ibu Musa, melahirkan Musa, dan kelahiran itu dirahasiakan. Namun sesudah tiga bulan, Yokhebed tidak mampu merahasiakannya lagi. Oleh karena itu, Yokhebed mengambil sebuah keranjang pandan. Musa diletakkan di dalam keranjang tersebut, dan kemudian keranjang itu dihanyutkan di sungai Nil. Sementara itu kakak perempuannya, Miriam, mengamati dari jauh tentang apa yang akan terjadi dengan keranjang itu. Kemudian datanglah puteri Firaun, bersama dayang-dayangnya untuk mandi di sungai Nil. Ketika ia melihat keranjang tersebut, dia menyuruh dayangnya untuk mengambilnya. Ketika dibuka, nampaklah bayi tersebut, dan puteri Firaun tersebut merasa kasihan. Demikianlah puteri Firaun memutuskan untuk mengadopsi bayi tersebut sebagai anaknya, karena ia sendiri tidak memiliki anak.

Salah satu masalah paling mengganggu bagi para arkeolog-kitab adalah kurangnya bukti arkeologi untuk Musa dan bangsa Israel di Mesir. Sebelum Keluaran, ada ratusan ribu orang Israel di Mesir, namun bukti yang sedikit atau tidak ada tentang keberadaan mereka telah tidak ditemukan, meskipun persinggahan mereka ke Mesir dicatat sebagai berlangsung selama berabad-abad dalam Kitab Suci.

Kronologi yang dipercaya oleh Alkitab mengenai tanggal kelahiran Musa adalah sekitar 1527 SM. Dalam kronologi baru dari Mesir, Firaun yang memerintah di atas takhta Mesir pada saat itu adalah Neferhotep I dari Dinasti ke-13. 

Artapanus menulis bahwa seorang firaun bernama Palmanothes menganiaya orang Israel. Putrinya Merris mengadopsi seorang anak Ibrani yang tumbuh dan dikenal dengan nama pangeran Mousos. Merris menikah dengan Khenephres. Pangeran Mousos tumbuh untuk mengelola tanah atas nama firaun ini. Dia memimpin sebuah kampanye militer melawan bangsa Etiopia yang menyerang Mesir, namun, setelah kembali, Khenephres cemburu akan popularitas yang kemudian diterima Mousos. Mousos kemudian melarikan diri ke Saudi untuk kembali ketika Khenephres meninggal dan memimpin bangsa Israel menuju kebebasan. Ini mungkin hanya sebuah cerita Musa dengan kesamaan dengan yang tercantum di dalam kitab suci, namun firaun yang memiliki nama asli Khenephres hanya Sobekhotep IV, yang mengambil nama Khaneferre di penobatannya. Dia memerintah segera setelah Neferhotep I dari Dinasti ke-13, sebagaimana disebutkan di atas, firaun yang berkuasa pada saat kelahiran Musa.

Sejarah Rameses II (1304-1237 SM) menyatakan bahwa orang-orang Semit diberikan tempat tinggal di tanah Gosyen. Hal ini lebih lanjut dijelaskan bahwa mereka pergi ke sana dari Kanaan karena musim paceklik yang menyerang daerah tersebut dan menetap di Gosyen untuk mendapatkan makanan. Tapi mengapa ahli-ahli Taurat menyebutkan Raamses bahwa pemukiman yahudi tersebut adalah permukiman di Gosyen? Sesuai dengan standar kitab suci, kronologi Ibrani pergi ke Mesir sekitar tiga abad sebelum masa Rameses, dan membuat Keluaran mereka di sekitar 1491 SM, jauh sebelum Rameses naik takhta. Jadi, berdasarkan catatan tangan pertama penulisan, kronologi kitab suci standar seperti umumnya dikenal dipandang tidak benar.

Hal ini juga secara tradisional dianggap bahwa Yusuf dijual ke perbudakan di Mesir pada 1720 SM, dan kemudian diangkat menjadi Gubernur oleh Firaun karena kecakapannya satu dekade atau lebih kemudian. Setelah itu, ayahnya Yakub (Israel) dan 70 anggota keluarganya mengikutinya ke Gosyen untuk menghindari kelaparan di Kanaan. Meskipun demikian, literatur biblitikal semua mengacu pada 'tanah Raamses' (di Mesir, 'rumah Raamses'). Ini adalah kompleks gudang gandum yang dibangun oleh Israel untuk Rameses II di Goshen sekitar 300 tahun setelah mereka seharusnya telah ada dan menetap di sana.

Karena itu merujuk pada 'Hisab Yahudi' alternatif yang lebih akurat sebagai 'Standar Kronologi'; Yusuf pergi ke Mesir tidak di awal abad 18 SM tetapi pada awal abad 15 SM. Di sana ia diangkat sebagai Menteri Kepala untuk Tuthmosis IV (memerintah 1413-1405 SM). Untuk penamaan di Mesir, Yusuf sang wazir dikenal dengan nama Yuya, dan kisahnya sangat  gamblang mengungkapkan tidak hanya dalam kaitannya dengan penjelasan Bibel tentang Yusuf tetapi juga dalam hal lain adalah mengenai Musa. Sejarawan Kairo, Ahmed Osman telah membuat studi mendalam tentang ini dari kepribadian dalam lingkungan kontemporer Mesir mereka, dan temuan itu adalah sangat penting.

Ketika Firaun Tuthmosis meninggal, anaknya menikahi saudara adiknya Sitamun (seperti tradisi Pharonic) sehingga ia bisa mewarisi tahta sebagai Firaun Amenhotep III. Tak lama setelah itu ia juga menikahi Tiye, putri dari Ketua Menteri (Yusuf / Yuya). Telah ditetapkan, bagaimanapun, bahwa tidak ada anak yang lahir dari rahim Tiye yang bisa mewarisi takhta. Hal ini disebabkan oleh ketakutan akan perpanjang kekuasaan ayahnya Yusuf, dan ketakutan umum akan bangsa Israel yang memperoleh kekuasaan terlalu banyak di Mesir. Jadi, ketika Tiye hamil, perintah itu diberikan bahwa jika anaknya adalah laki-laki maka harus dibunuh saat lahir. Kerabat Yahudi Tiye tinggal di wilayah Gosyen, dan dia sendiri memiliki sebuah istana musim panas di hulu Sarw, ke sanalah ia pergi untuk melahirkan bayinya. Dia memang melahirkan seorang putra tapi bidan kerajaan bersekongkol dengan Tiye  menyembunyikan kebenaran tersebut dan mengambangkan anak tersebut dalam keranjang buluh ke rumah saudara tiri ayahnya Levi di hilir melalui sungai Sarw.
Anak laki-laki tersebut diberi nama Aminadab (lahir sekitar 1394 SM), sepatutnya dididik di negara bagian timur delta oleh para pendeta Mesir Ra. Dalam masa remajanya dia pergi untuk tinggal di Thebes. Pada saat itu, ibunya telah memperoleh pengaruh yang lebih daripada ratu senior, Sitamun, yang tidak pernah memiliki seorang putra dan pewaris Firaun, hanya seorang putri yang dikenal dengan nama Nefertiti. Di Thebes, Aminadab tidak bisa menerima gagasan  ketuhanan Aten, Tuhan yang tidak memiliki sedikitpun gambaran. Aten dapat disetarakan dengan terminologi bahasa Ibrani "Adonai" (sebutan yang dipinjam dari Fenisia akan makna "Tuhan") sesuai dengan ajaran-ajaran Israel. Pada saat itu Aminadab (Ibrani : Amenhotep - 'Amun menyenangi') mengubah namanya menjadi Akhenaten (pelayan Aten).
Firaun Amenhotep kemudian sakit. Karena tidak ada pewaris laki-laki langsung yang berasal dari keluarga kerajaan, Akhenaten menikahi adiknya tirinya Nefertiti untuk memerintah sebagai raja bersama selama masa sulit ini. Ketika pada waktunya Amenhotep III meninggal, Akhenaten akhirnya diangkat sebagai Firaun - yang resmi menyandang gelar Amenhotep IV.

Akhenaten dan Nefertiti memiliki enam putri dan seorang putra, Tutankhaten. Firaun Akhenaten menutup semua kuil para dewa Mesir dan membangun kuil-kuil yang baru untuk pemujaan kepada Aten. Ia juga mengelola birokrasi dalam negeri yang sangat tegas dan sangat berbeda dari norma raja di Mesir kuno. Satu faktor penting yang menyebabkan ia menjadi tidak populer - terutama disebabkan oleh konfliknya dengan para imam dari dewa-dewa kerajaan sebelumnya; Amun (atau Amen) dan para imam dewa matahari Ra (atau Re). Plot terhadap hidupnya berkembang menjadi sangat buruk. Terutama adalah ancaman pemberontakan bersenjata jika dia tidak membiarkan dewa-dewa tradisional untuk disembah di samping Aten tak berwajah. tapi Akhenaten menolak, dan akhirnya dipaksa untuk menyerahkan  kekuasaannya  kepada sepupunya Smenkhkare, yang digantikan oleh putra Akhenaten: Tutankhaten. Pada saat mengambil tahta pada usia sekitar 11 tahun, Tutankhaten terpaksa mengubah namanya menjadi Tutankhamun. Dia, pada gilirannya, hanya memerintah selama sembilan atau sepuluh tahun, karena kematiannya di saat usia yang masih relatif muda.
Akhenaten, sementara itu, dibuang dari Mesir. Dia melarikan diri dengan beberapa pengikut  hingga ke sebuah tempat terpencil  bernama Sanai, ia membawa bersamanya tongkat kerajaannya yang ditatanah dengan rajah ular dari bahan kuningan. Untuk pendukungnya ia tetap dianggap sebagai raja yang sah, pewaris tahta dari mana ia telah digulingkan, dan ia masih dianggap oleh mereka sebagai Mose, Meses atau Mosis (ahli waris / lahir dari) - seperti dalam Tuthmosis (ahli waris Tuth) dan Raamses (ahli waris Ra).
Di antara para hamba yang melarikan diri dengan Musa adalah anak-anak dan keluarga Yakub (Israel). Kemudian atas anjuran pemimpin mereka, mereka membangun tabernakel di kaki Gunung Sanai. Setelah Musa meninggal, mereka pun memulai invasi mereka terhadap negara yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka begitu lama sebelumnya. Tapi Kanaan (Palestina) telah berubah sementara itu, yang telah disusupi oleh gelombang perpindahan suku bangsa Filistin dan Fenisia. Catatan sejarah menceritakan tentang sebuah pertempuran laut besar, dan disisi yang lain, tentara dengan jumlah yang massif berbaris untuk perang. Orang Ibrani akhirnya (di bawah pemimpin baru mereka, Yosua) berhasil  pada perang di seberang sungai Yordan, mereka mengambil Yerikho dari orang Kanaan, yang dengannya mendapatkan pijakan yang nyata di Tanah yang Dijanjikan tuhan kepada mereka secara tradisi.
Setelah kematian Yosua, periode berikutnya pemerintahan dipimpin oleh para 'hakim'  yang merupakan sebuah fase bencana bagi orang Yahudi sampai suku-suku Ibrani yang berbeda bersatu di bawah raja pertama mereka, Saul, pada sekitar 1055 SM. dengan penaklukan Palestina (Kanaan) selengkap mungkin, David dari Betlehem - keturunan Abraham - menikah dengan putri Saul dan menjadi Raja Yehuda (sesuai dengan setengah wilayah Palestina). Pada 1048 SM, ia juga memperoleh Israel (sisa wilayah Palestina)  dan dengannya ia menjadi Raja keseluruhan orang Yahudi. Dari sinilah garis darah bangsawan dari Holy Grail (Cawan Suci)  untuk kemudian bermula.

 Selain kronologis yang disebutkan di atas, terdapat kronologis berbeda yang disimpulkan oleh para pakar egyptologis mengenai keberadaan Musa, walaupun masih dalam satu perspektif sama mengenai Musa yang pastinya pernah menjadi penguasa Mesir (Raja / Firaun / Pharaoh) yang berdarah Yahudi. Penanggalan kronologis pada pendapat ini bersumber lebih kepada kronologi yang bersumber dari kitab-kitab suci.

Fakta-fakta yang diutarakan kira-kira adalah sebagai berikut:

  • Musa meninggal dunia pada usia sekitar 120 tahun (Ulangan 34:7 Dan Musa adalah seratus dua puluh tahun ketika ia meninggal: matanya tidak remang-remang, atau kekuatan alam itu mereda.)
  • Setelah keluar dari tanah Mesir, Musa dan Bani Israil mengelana dalam keliaran alam pengembaraan selama lebih kurang 40 tahun (Bilangan 32:13 Dan kemarahan TUHAN yang telah bangkit terhadap orang Israel, dan ia membuat mereka mengembara di padang gurun selama empat puluh tahun, sampai semua generasi yang telah melakukan kejahatan di mata TUHAN binasa.
  • Musa dipastikan berumur 80 tahun ketika Paskah pertama dan keluar dari Mesir.
  • Keluarnya bangsa Yahudi dari tanah Mesir dan Paskah pertama terhitung pada pemerintahan Raja Solomon
  • Musa menghabiskan rentang waktu 40 tahun di daerah Midian (Kisah Para Rasul 7:29 Kemudian Musa yang melarikan diri ini berkata, dan orang asing di tanah Madian, di mana ia memperanakkan dua orang putra.
    Kisah 7:30 Dan ketika masa tahun empat puluh berakhir, ada menampakkan diri kepadanya di padang gurun gunung Sina seorang malaikat Tuhan di nyala api di semak-semak.)
  • Jadi Musa berumur 40 tahun ketika ia memukul kalah orang Mesir (sekitar 1485 SM)
  • Jadi Musa lahir sekitar 1525 SM, dan putri Firaun memerintah (Tutmoses I) yang menemukannya di Sungai Nil adalah putri Nefure, yang kemudian menjadi dikenal sebagai Ratu Hatshepsut, Firaun wanita dari Mesir.
  • Musa lahir (sekitar 1525 SM) dan ditemukan di Sungai Nil di Memphis (Kel 2:5-9) bernama Musa oleh Putri Nefure (Hatchepsut)
    (Kel 2:10).
    "Senmut" adalah nama lain Mesir yang diberikan kepada Musa ketika ia datang untuk tinggal di istana.
  • Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan kuat dalam ucapan dan tindakan. (Kisah Para Rasul 7:22). Musa menolak untuk menjadi Firaun ketika Tutmoses I meninggal. (Ibr 11:24)
  • Senmut / Tutmoses II (Musa) dipersiapkan untuk menjadi firaun. Dia adalah arsitek dari Deir El Bahri, kuil perkuburan mayat dari Hatshepsut. 
  • Nama lain untuk Musa: Hatshepsut Xnem Amen (keturunan Hatshepsut oleh dewa Amen). 
  • Putri Tutmoses I. Kuat dugaan bahwa dia berumur sekitar lima belas tahun ketika ayahnya meninggal.
    Hatshepsut menikahi saudara tirinya, Thutmose II, dan memiliki seorang putra, Thutmose III
  • Di Deir El Bahri, ada dinding yang menggambarkan kelahiran pewaris masa depan tahta, satu adegan menunjukkan bayi laki-laki dalam pelukan Hatshepsut-bayi Musa.
  • Makam No 71 di Deir El Bahri adalah pertama dari dua kuburan dimaksudkan untuk Musa (Senenmut). Makam No 353 adalah yang kedua, tetapi pekerjaan berhenti ketika dia melarikan diri dari Mesir, dan makam tersebut tetap belum selesai.  
  • Tutmoses III (Amenhotep II) diasumsikan mengisi posisi Firaun setelah kematian Hatshepsut. (Musa pesaing untuk posisi Firaun). Tutmoses III adalah "Napoleon dari Mesir kuno dengan menguasai lebih dari 350 kota.
  • Lukisan Hatshepsut di dinding kuil mayat wanita di Deir el Bahri dirusak dan patung-patung nya hancur disebabkan karena kebencian Tutmoses III kepadanya dan Musa.
  • Gambar Senmut (Musa) juga dirusak oleh Tutmoses III, saingannya pada masa kecil.
  • Pemerintahan Pharaoh Tutmoses IV (Amenhotep III). Dikenang sebagai Firaun yang menyebabkan Eksodus. Dia bukan anak yang lahir pertama, yang meninggal dalam wabah besar Mesir.
    Ia adalah putra kedua dari Amenhotep II. Stela Impian Thutmose IV, ditemukan antara kaki depan Sphinx, menunjukkan dia tidak mewarisi takhta sebagai anak sulung yang sah secara hukum dan bahwa ia membunuh saudara sulung
    nya untuk mengambil mahkota. Prasasti ini digunakan untuk melegitimasi pembunuhan itu dengan mengklaim itu diarahkan oleh Sphinx dalam mimpi.
    Thutmose IV / Amenhotep III mungkin telah tewas dengan tentaranya ketika mengejar Musa ke Laut Merah
  • Kembalinya Musa (Kel 4:19) setelah 40 tahun di Midian (Kis 7:30) dan memimpin Israel keluar dari perbudakan. Penghancuran Yerikho pada sekitar 1407 SM. Menurut "Bukti New Bible" oleh Sir Charles Marston, merujuk pada scarab dan tembikar yang ditemukan di Jericho menunjukkan kota itu hancur pada waktu Amenhotep III.
  • Pemerintahan Pharaoh Tutankaten (Tutankamun). Dalam sebuah prasasti di sebuah patung singa didedikasikan oleh Tutankhamen ke rumah Soleb, ia menyebut ayahnya Amenhotep III. Diperkirakan memerintah dari usia  yang relatif muda (9 tahun) sampai kematiannya pada sekitar umur 18 tahun. Kematiannya sangat misterius. Sebenarnya ia itu hanya pengganti pewaris tahta (Putra Mahkota) yang mungkin telah bersama-memerintah dengan ayahnya di tahun sebelumnya. Makam yang ditemukan di Lembah Para Raja oleh Howard Carter pada tahun 1922, dikatakan sebagai makam "terkutuk". Penguburannya tampak bergegas, dan dalam sebuah makam pada umumnya terlalu kecil untuk dirancang sebagai pemakaman seorang firaun yang pernah berkuasa.
  • Pemerintahan Amenhotep IV (Akhenaten). Akhenaten tiba-tiba meninggalkan penyembahan dewa-dewa Mesir sebelumnya. Amenhotep IV mengubah namanya menjadi Akhenaten, melambangkan perubahan dari penyembahan Amun ke bentuk monoteis dengan menyembah Aten. (Musa mungkin menunjukkan dewa-dewa Mesir tidak berdaya, maka terjadi perubahan penyembahan ke monoteisme). Akhenaten mengganti ibukota kerajaannya dari Luxor ke Akhetaten. Istrinya adalah Nefertiti. Dalam sebuah lagu yang ditulis oleh Akhenaten kepada allahnya, ada tujuh belas ayat-ayat yang sesuai dengan Mazmur 104.
 Patung dari Thutmoses II (Musa)
di Musium Mesir, Kairo
(perhatikan bentuk hidungnya yang mengindikasikan ia memiliki darah Yahudi yang kental)


Aten dewa Musa
 Aten (juga disebut Aton, Mesir) adalah dewa matahari pada mitologi Mesir. Dewa ini digambarkan berbentuk disk.

Ia menjadi dewa utama yang monolatristik (konsep ketuhanan dengan pengakuan kepada adanya banyak dewa, tetapi dengan ibadah yang konsisten hanya kepada satu dewa), henoteistik (adalah kepercayaan dan pemujaan dewa tunggal sementara menerima keberadaan atau kemungkinan adanya dewa lainnya), atau bahkan monistik (monotheist) pada Atenisme yang didirikan oleh firaun Amenhotep IV (yang nantinya mengambil nama Akhenaten untuk menyembah Aten). Dalam puisinya, Akhenaten memuji Aten sebagai pencipta, dan pemberi kehidupan. Akhenaten menekan pemujaan Ra untuk Aten. Setelah kematian Akhenaten, pemujaan Aten ditinggalkan, dan firaun-firaun selanjutnya menghapuskan penyebutan mengenai bidaah Akhenaten.

Seperti disebutkan sebelumnya, terminologi Aten / Aton sangat mirip dengan penyebutan Adon (dalam terminologi Semitik) yang berarti tuan, pemilik, penguasa dan junjungan. Dalam hubungannya dengan nama Allah, kata ini digunakan dalam bentuk jamak dengan diberi akhiran pemilik orang pertama tunggal (Adonai) dan secara harfiah berarti tuanku-tuanku. Kesimpulan yang dapat diambil adalah, Amenhotep IV (Akhenaten) telah menerima risalah Musa dan menjadi monotheist seperti ajaran Abraham nenek moyang Musa.