A. Abstraksi
Islam sebagai sebuah ajaran
kebenaran bernilai ideologis sebenarnya cukup mampu untuk dipersandingkan
dengan ideologi-ideologi besar dunia yang berlatar-kultural Eropa seperti
sosialisme dan Kapitalisme-Liberal. Rekayasa peradaban yang pernah dilakukan
oleh Islam menghantarkan bangsa-bangsa Arab, Moghul dan Seljuk yang beragama Islam
dan mengadopsi ajarannya menjadi imperium-imperium besar dengan kejayaan yang
tercatat dengan tinta emas dalam sejarah dunia.
Peradaban-peradaban yang
dibangun atas dasar ajaran ini kemudian menjadi penyambung peradaban maju Eropa
modern dengan budaya tinggi Helenistik-Yunani, dan secara langsung ataupun
tidak langsung menjadi penyumbang bagi fondasi kemajuan peradaban dan
kebudayaan modern Eropa serta dunia. Sangat absurd jika dikemudian hari, Islam
kemudian banyak ditinggalkan oleh generasi muda terpelajar muslim dan beralih
pada pandangan filsuf / ideologi dan pemikiran Eropa.
Pemahaman
yang tidak komprehensif dan cenderung tekstual terhadap mushaf dan codex aturan syar’i pada Islam juga berujung pada
kondisi yang kurang menyenangkan dalam hubungan lintas agama dunia. Alih-alih
sebagai sebuah ajaran kompleks yang rahmatan
lil ‘alamin, Islam berujung pada cap negatif sebagai sebuah ajaran yang
dibangun dengan darah, pedang dan kekerasan.
B. Latar Belakang Masalah
Permasalahan
Ideologi, gerakan dan interaksi antar pemikiran adalah masalah yang sudah kerap
menjadi diskursus baik secara parsial-internal organ masing-masing, maupun
lintas kelompok sosial. Persilangan pemikiran ini secara positif-dialiektis
melahirkan bentuk solusi yang berbeda tapi tidak jarang pula menimbulkan
konflik laten dan atau terbuka.
Negara-negara
besar dan adidaya Eropa dengan ideologi yang diadopsinya sering menimbulkan
silang-pendapat yang alot dengan negara-negara timur dengan pemikiran dan
ideologi kultural atau keagamaan. Internasionalisasi pemikiran, aneksasi
ideologis yang berujung pada konflik-dialektis yang kurang positif melahirkan
stigma negatif yang menutup keran inklusifisme masing-masing ideologi terhadap
kemungkinan pemikiran alternatif lintas kultural.
Permasalahan-permasalahan
yang timbul kemudian menjadi tidak jauh dari penegasian dan penolakan tanpa
mengkaji baik-buruk sebuah ideologi, dan jauh dari kemungkinan akseptasi nan
akulturatif. Tidaklah mengherankan jika kemudian kaum muda lebih tertarik untuk
terbawa arus trend pemikiran yang populer, tanpa mempertimbangkan budaya lokal
yang turun-temurun dan ajaran keagamaan yang terpatri jauh seketika yang
bersangkutan orok. Alih-alih dikaji secara komprehensif, pemahaman gerakan
ideologis acapkali menimbulkan skema euforia yang terjebak dengan trend yang
berubah dan dinamis tanpa sangkutan epistemik yang lebih dalam. Jebakan-jebakan
ini menimbulkan pemahaman ideologis yang dangkal dan mudah terkikis.
Kaum
muda sebagai generasi penerus menerima asumsi umum sebagai tonggak estafet
gerakan perubahan suatu entitas bangsa dan negara. Menjadi sangat miris jika
kemudian generasi ini tidak memiliki pemahaman holistik akan ide-ide tertentu
yang secara subjektif dipilihnya dan menjadi terombang-ambing dalam lintas
peradaban dan pemikiran dunia.
Islam
senyatanya
sebagai sebuah ajaran yang bernilai kompleks, memiliki keseluruhan
bidang pembahasan dan metodologis untuk memanusiakan manusia (humanis)
namun tetap memiliki nilai religius tinggi (divine). Sejarah mencatat
keberhasilan Islam dengan tinta emas peradaban dunia. Justifikasi tanpa
dasar
dari beberapa ideologi dan bangsa terhadap ajaran ini seyogyanya dapat
diantisipasi dengan solusi matang yang memunculkan diskursus sehat
lintas
entitas. Penghindaran terhadap itu hanya akan memunculkan kesan
kedunguan yang
malah menimbulkan tingkat justifikasi yang berujung pada sikap
menyepelekan.
Untuk
itulah generasi muslim harusnya bangkit seperti generasi terdahulu dalam
mencintai pengetahuan dan peradaban tinggi secara penuh yang kemudian
melahirkan para profesional dalam bidangnya. Generasi mana menjadi kelompok
insan cita baru generasi muslim yang inklusif dalam pemikiran namun memiliki
filter tegas atas budaya negatif yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Karenanyalah,
pada makalah ini, berdasarkan pada latar belakang seperti tersebut di atas,
penulis menyajikan makalah dengan judul ; Islam dan percaturan Ideologi
Dunia, Sebuah Ikhtiar dalam Upaya Merekayasa Kembali Peradaban Dunia
Pembahasan
A. Pengertian Ideologi
Ideologi
menurut Destutt de Tracy adalah suatu studi terhadap ide-ide atau pemikiran
tertentu. Menurut Descartes dimaknai sebagai inti dari semua pemikiran manusia.
Machiavelli yang terkenal dengan bukunya Il Principe mengemukakan bahwa
ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
Di sisi
yang lain, berikut pengertian ideologi berdasarkan pemahaman dan pemikiran
masing-masing filsuf ;
- Thomas Hobbes ; suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatut rakyatnya.
- Karl H. Marx ; alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat
- Francis Bacon ; sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup
- Taqiyuddin an Nabhani ; ideologi (mabda’) adalah aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud dengan aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan disamping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini.
Begitu
banyak pendapat dari beragam filsuf yang bersandar dari epistemologi yang
diadopsi masing-masing, sehingga secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
ideologi adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan
memiliki metode untuk merasionalkan pemikiran tersebut berupa fakta, juga
metode untuk menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari
pemikiran-pemikiran yang lain serta metode untuk menyebarkan pemikiran
tersebut.
Pemahaman Ideologi merupakan
kesinambungan dari pemahaman epistemik terhadap nilai kebenaran yang ditakar
secara ontologik, dimana ideologi kemudian merupakan dasar kebenaran tersebut
pada tataran aplikasi untuk dianut dan digugu oleh segenap manusia yang memakai
dan menggunakannya. Nilai kebenaran ini ada yang berbentuk kritik atas ideologi
sebelumnya dengan memunculkan skema solusi tertentu. Di bagian yang berbeda,
ideologi juga muncul sebagai pola pikir komunal masyarakat yang tersaripati.
Pemahaman pasca Renaissance
menunjukkan bagaimana ideologi didapat dari pemikiran-pemikiran para filsuf
Eropa[1]
yang berpikir tentang segala hal yang terjadi di masyarakat.
Pemikiran-pemikiran ini yang kemudian secara ilmu pengetahuan menurunkan
beragam ideologi modern yang digunakan oleh bangsa dan negara tertentu. Dalam
banyak kasus, ideologi yang berbentuk kritik terhadap ideologi lainnya
memunculkan skema perang pemikiran dialektis di tataran aplikasi. Utamanya
terjadi pada ideologi yang berkembang dan menyangkut skema ekonomi-politik
suatu masyarakat.
Bentuk kritik suatu ideologi
seperti yang terpaparkan dalam skema Sosialisme kontra Kapitalisme-Liberal,
dimana Sosialisme merupakan kritik ekonomi-politik atas implementasi ideologis
Kapitalistik yang kemudian menimbulkan strata sosial yang tajam antara kaum
buruh dan kapitalis-industri. Solusi sosialisme yang diasumsikan dapat menjawab
kebuntuan ini, mengutarakan kritik tajam atas sistem ekonomi kapitalistik yang
dibangun di banyak negara-negara Eropa. Bentuk berikutnya, kritik yang
bersumber dari kebuntuan keadaan ekonomi-politik ini muncul sebagai sebuah
ideologi yang established dan diadopsi di beberapa negara baik di belahan benua
Eropa, Asia, Amerika Selatan dan Afrika.
Kritik sosialisme ini untuk
kemudian memunculkan sebuah ciri kritik yang lebih ekstrim dengan menurunkan
ideologi Komunisme dan sebentuk ideologi-ideologi yang secara parsial
disesuaikan dengan negara-negara pengadopsinya seperti; Marxisme,
Leninisme-Sovyet Rusia, Maoisme-RRC, Komunisme Anarkis dan Komunisme Agamais.
Pada bentukan yang terakhir yakni Komunisme Agamais, beberapa pemuka agama
besar dunia seperti Kristen, Tao, Jain, Hindu dan Buddha telah menyisipkan
ajaran-ajaran ideologi Komunis ke dalam tatanan sosial keagamaan mereka. Walaupun dalam hal ini Islam
masih belum mengikuti tatanan tersebut, namun beberapa ahli juga sudah
menemukan paralelisasi antara Komunisme dengan konsep Ekonomi-Syari’ah seperti kewajiban zakat dan haramnya riba’.
Dalam sebuah ideologi, terdapat
ciri khusus manifesto,
baik tertulis ataupun tidak, yang menjadi ciri pembeda dan menjadi manual
aplikasi dalam pelaksanaan aplikasi tertentu. Ciri mana merupakan usaha yang
dilakukan komunitas yang mengadopsi ideologi tersebut dalam mencapai tujuan
ideologi yang diidam-idamkan, kontra dengan tujuan ideologi lainnya. Bahkan
walaupun cita-cita yang dituju adalah sama secara esensi, namun melalui
ideologi yang berbeda, aplikasi dan metode yang digunakan untuk mencapai
cita-cita tersebut juga akan berbeda. Bisa dimengerti bahwa ideologi, sebagai
sebuah metode pencapaian tujuan, menghasilkan cara yang berbeda satu sama
lainnya bergantung perspektif kompleks masing-masing ideologi yang termaktub
dalam manual dan manifesto-nya sebagai sebuah aturan main baku yang wajib
dipatuhi untuk pencapaian secara komunal tujuan-tujuan tersebut.
B. Tumbuh Kembang Ideologi dalam Masyarakat
Seperti disebutkan sebelumnya,
sebuah ideologi bisa berasal dari pola pikir komunal masyarakat tertentu yang
kemudian tersaripati, kritik atas sebuah pemikiran dan ideologi yang
termapankan, atau pemikiran seorang filsuf yang kemudian berkembang luas di
masyarakat. Tumbuh kembang ideologi ini bergantung pada faktor-faktor utama
yang mencirikan sebuah ideologi masih tetap relevan dan berkembang atau tidak.
Faktor-faktor itu antara lain :
- Masih adanya masyarakat atau komunitas yang mengadopsi ideologi tersebut sebagai manual gerakannya. Popularitas ideologi dinilai dari perspektif ini, kuantitas pemeluk ideologi tertentu menunjukkan bahwa dalam kurun waktu (tempo) tertentu ideologi tersebut merupakan trend-setter popularitas ideologis di kelompok sosial / masyarakat.
- Terdapat pemikir yang menguatkan pemikiran ideologis sebelumnya dan atau melakukan revitalisasi pemikiran atas ideologi tersebut, dan
- Tujuan dari sebuah ideologi masih populis untuk menjadi issue yang akan dicapai namun belum ada pemikiran / ideologi tandingan untuk pencapaian efektif atas tujuan tersebut.
- Nilai dasar yang berkembang di ulayat masyarakat secara turun-temurun,
- Nilai dasar yang bersandarkan kepada agama dan kepercayaan yang berkembang di masyarakat / komunitas tersebut,
- Tingkat dan bentuk pendidikan sebagai sebuah faktor penentu perubahan pemikiran yang berkembang pada individu / kelompok tertentu dalam masyarakat,
- Tingkat inklusifitas kelompok / masyarakat ketika berinteraksi dengan kelompok / masyarakat di luar komunitasnya, termasuk di dalamnya tingkat pemahaman dan kepercayaan pada nilai kebajikan yang sudah ada dan berkembang di masyarakat (termapankan), bentuk interaksi ideologikal-kultural ekstra-masyarakat / komunitas, serta individu yang kemudian ter-influence oleh pemahaman pemikiran tersebut dalam strata sosial kelompok / masyarakat.
Dalam
sebuah kelompok sosial, ideologi berperan baik sebagai penetap tujuan, metode
dan sebab terkumpulnya individu-individu dalam sebuah kelompok sosial.
Pengorganisiran kelompok biasanya bersumber dari skema manifesto yang sudah
ditetapkan oleh ideologi yang diadopsi. Dapat dikatakan bahwa ketika ideologi
organisasi tidak ada, sebuah organisasi nihil untuk dapat bergerak bahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan kecil-jangka pendek sekalipun.
C. Islam Sebagai Sebuah Ideologi
Perspektif
Islam sebagai sebuah ideologi banyak menimbulkan kontroversi baik di kalangan
pemeluk Islam orthodox, pun yang lebih sekular. Bahkan untuk disematkan titel
“agama”, di beberapa kelompok Islam dianggap sebagai pengkerdilan Islam
sendiri. Sebelum menilik Islam lebih jauh, mengambil akar epistemologis dari
pemahaman ke-Islaman dipandang perlu sebelum menurunkan pemahaman kebenaran
tersebut ke titik ideologis yang lebih kompleks.
Islam
secara epistemik bermula dari pemahaman tentang kebenaran tauhid. Secara etimologi, terminologi tauhid berasal dari kata bahasa arab ahad yang bermakna satu, tunggal, esa. Terminologi tauhid ini menjurus kepada pemaknaan
monotheistik dimana dalam Islam secara tegas memahamkan kepada para pemeluknya
tentang tunggalnya Tuhan.
Allah, sebagai sebutan umum setiap pemeluk Islam (muslim / muslimin)
terhadap tuhannya, dipercaya tunggal ‘tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan
Dia’.
Ditilik
dari historis peradaban semitik,
Abraham yang diakui sebagai bapak para nabi dan rasul
(Abu al Anbiyaa’) menetapkan bentuk
ke-tauhid-an ini sebagai fondasi ajaran-ajarannya yang diwariskan
turun-temurun. Bentuk monotheisme mana yang pada kaum muslim termaktub dalam kalimah syahadah ; Laa ilaha ila Allah
yang merupakan reformasi terakhir ajaran-ajaran Abraham setelah lebih dari
ribuan tahun terapresiasi dengan budaya lokal kuno kaum Yahudi yang melakukan
penyembahan berhala (paganisme).
Reformasi
pertama ajaran monotheisme Abraham terjadi melalui turunnya kitab suci penuntun
ajaran yang jatuh ke tangan Moses dan saudaranya Aaron (Torakh),
dimana masyarakat yahudi (Bani Isra’il)
pada saat itu telah pula menyelewengkan ajaran tersebut. Faktor utama
penyelewengan ini sering diasosiasikan dengan polytheisme-pharaoh-centric yang
bersumber dari ajaran Pharaoh penguasa Mesir yang secara pagan menyembah banyak
dewa dengan dewa tertinggi adalah dewa Ra (dewa matahari) dimana penentangan
ajaran tersebut oleh Moses menyebabkan keluarnya bangsa yahudi dari tanah mesir.
Agama mesir kuno ini jika dilihat dari sisi politis merupakan sebuah ajaran
yang menekankan ketundukan terhadap dewa tertinggi dengan Pharaoh sebagai putra
dewa tertinggi (Ra)
adalah penguasa tunggal alam semesta yang wajib digugu oleh segenap rakyat
Mesir. Di dalam kitab suci al Qur’an diceritakan sekelumit mengenai kronologis
penentangan ini dan menyebabkan Moses menjadi orang yang paling dicari (buron)
di seantero negeri Mesir.
Reformasi
kedua terjadi dengan turunnya kitab Mazmur (Zabur) ke tangan David dimana kaum
yahudi terjebak paganisme yang sama dengan yang terjadi pada era Moses. Begitupun pada fase reformasi
ketiga dengan turunnya kitab Injil (Holy Bibel) di tangan Jesus (Isa putra
Maryam). Bahkan pada era ini yahudi sudah banyak meninggalkan ritus penyembahan
seperti yang pernah diajarkan oleh Abraham, dan menggantinya dengan ritus-ritus
penyembahan yang menyimpang dari sebelumnya. Titik kulminasi pembangkangan kaum
yahudi sampai pada taraf penghukuman dengan bentuk penyaliban terhadap Jesus
yang digagalkan dengan campur tangan tuhan sendiri.
Reformasi
keempat dan terakhir terhadap penyimpangan monotheisme datang jauh dari
pedalaman Gurun Arabia yang memisahkan keturunan kabilah yahudi bani Ishak dengan bani Ismail, dengan turunnya ayat-ayat Allah kepada Muhammad,
praktis tonggak penyambung monotheisme Abraham terlengkapi dan terpenuhi untuk
dapat disebarkan ke seluruh muka bumi dari ajaran ini. Ajaran Muhammad yang
disebut Islam menetapkan bentuk-bentuk monotheisme awal Abraham dan
disempurnakan dengan bentuk ritus dan penyembahan tradisional; persis sama
seperti apa yang dilakukan oleh Abraham dalam melakukan penyembahan kepada
tuhannya. Disisi lain, ajaran ini juga membahas kompleksitas hukum-hukum
lainnya mengenai peri-kehidupan manusia hingga akhir zaman, yang pada bentuk
reformasi ajaran sebelumnya tidak tercukupi akibat dari pembangkangan bangsa
yahudi.
Islam
dirujuk sebagai sebuah ideologi gerakan dimulai kembali dengan bentuknya yang
sedikit lebih ekstrim ketika masa penjajahan barat terhadap negara-negara
mayoritas muslim (negeri-negeri timur). Keruntuhan dan kebangkrutan peradaban
Islam yang ditambah dengan penderitaan dan kepedihan penjajahan, membuat
beberapa imam ajaran ini kemudian memunculkan suatu pemahaman keagamaan yang
dogmatik-tekstual, yang dimaksudkan untuk membakar semangat perlawanan dari
kaum muslimin. Bentuk ideologi-dogmatik ini semakin efektif dengan ditambah
pemimpin-pemimpin perlawanan bersikap militeristik yang mampu membakar semangat
perang di masing-masing bangsa.
D. Rekayasa Peradaban di bawah Ideologi Islam
D.1. Arab pra-Islam
Jazirah Arabia pra-Islam tidak
lebih dari gurun lengang dengan unta, kaktus dan kabilah-kabilah suku Arab yang
hidup dalam tenda-tenda dengan jumlah yang kecil. Kecuali pada kota Yatsrib dan
Mekkah yang menjadi oase para pedagang yang berdagang di sepanjang jalur sutra,
praktis keramaian terjadi hanya sekali dalam satu tahun yakni pada musim haji
tiba. Suku-suku kabilah yang hidup di gurun ini adalah suku bangsa bar-bar yang
membentuk kebudayaan gurun dan suka berperang satu sama lain. Ketidak-akuran
dan peperangan antar suku-kabilah ini seringkali dipicu oleh hal-hal sepele,
dengan tidak jarang menjadi peperangan suku yang berkepanjangan.
Sejak zaman dahulu, wilayah
jazirah Arabia terbagi atas tiga bagian;
- Kawasan Utara dan Barat disebut Hijaz. Kawasan ini merentang dari Palestina ke Yaman, di wilayah sekitar Laut Merah dengan banyak gurun tandus dan area-area kasar berbatu. Walaupun begitu, kawasan ini lebih dikenal dalam sejarah tiga agama daripada bagian wilayah jazirah lainnya, dimana daerah ini dikenal dengan beragam kenyataan spiritual dan religius yang pernah terjadi di sepanjang daerah ini. Selain itu di kawasan ini terdapat Ka’bah bayt Allah yang dibangun oleh Abraham bersama anaknya Ismail. Area sekitar Ka’bah sendiri telah dihormati oleh orang Arab dan non-Arab sejak berabad-abad sebelum Islam sebagai sebuah ajaran lahir. Kenyataan ini dapat dilihat dari pengharaman terjadinya peperangan di lingkungan Ka’bah. Kota-kota penting di daerah ini meliputi ; Mekkah, Madinah (Yatsrib) dan Tha’if, dengan Jeddah dan Yanbu’ sebagai sebuah sentra pelayanan pelabuhan peradaban untuk penduduk Mekkah dan Medinah yang terdapat di pantai Laut Merah.
- Kawasan Tengah dan Timur yang dikenal sebagai Gurun Arab meliputi Zona Najd dan dataran tinggi berpenduduk jarang.
- Kawasan Yaman.
Namun dibalik ketidak-beradaban
suku-kabilah Arabia ini, terdapat keunggulan-keunggulan orisinal khas serta
nilai moral baik suku bangsa Arab yang telah terasah dari tradisi lisan gurun.
Keunggulan-keunggulan yang mana tidak selalu dimiliki oleh suku bangsa lain
secara kompeten dan menyeluruh, seperti;
- Suku-Kabilah Arab dikenal sangat menepati janji bahkan janji yang paling sulit sekalipun. Mereka terbiasa bernazar dengan janji yang sangat-sangat sulit untuk terwujud dan berusaha semaksimal mungkin mewujudkan janji (nazar)nya,
- Pola pendidikan suku-kabilah Arab yang berupa tradisi lisan, menciptakan bentuk kesustraan kuno yang cukup maju, tata bahasa yang kompleks serta kemampuan daya ingat yang tinggi. Hal ini memungkinkan orang Arab untuk dengan mudah menghafal syair-syair bahkan yang paling panjang dan kompleks sekalipun,
- Bangsa Arab terkenal sebagai suku bangsa yang menjunjung tinggi kebanggaan dan kehormatan suku (kelompok) bahkan sama tinggi dengan kebanggaan dan kehormatan pribadi, melarikan diri dari musuh merupakan aib yang sangat besar dan sangat memalukan,
- Terdidik dengan iklim yang kejam, kemampuan bertahan hidup bangsa Arab sangat tinggi di padang gurun yang kering serta kemampuan strategi perang gurun bangsa Arab termasuk yang terbaik di dunia. Orang Arab juga dikenal sebagai suku bangsa yang mahir dalam berkuda dan memanah,
- Sejarawan Yunani Diodore (hidup sebelum masehi), pernah menyebutkan bahwa penguasa Yunani; Demetrius pernah tiba di Patra dengan maksud menduduki kota itu. Namun dapat diatasi dengan damai oleh suku bangsa Arab.
- Kesempurnaan bahasa Arab yang walaupun tidak dapat dipandang sebagai sebuah bahasa yang independen dan memiliki hubungan dengan bahasa Ibrani, Suriah, Asiria dan Chaldea. Disimpulkan bahwa pada dasarnya semua bahasa ini bersumber dari satu bahasa, dan bahasa Arab mencapai titik kesempurnaannya ketika masih terpadu dengan bahasa Ibrani dan Asiria.
- Penemuan arkeologi menyatakan pernah ada peradaban besar di jazirah khususnya di wilayah Yaman. Peradaban mana disebutkan sebagai peradaban Saba’ dan Ma’arib dalam kitab Perjanjian Lama dan sejarawan Yunani; Herodotus.
“Kecuali perbatasan utara,
Arabia kebal dari serbuan asing, dan tak ada yang dapat mendudukinya. Para
penakluk besar Iran (Persia), Romawi dan Yunani yang menjarahi seluruh dunia
tidak memberikan perhatian sedikitpun kepada Arabia.”
Selain itu terdapat referensi lainnya yang menunjukkan dan menegaskan bahwa
secara umum orang Arab tidak memiliki secuilpun jejak-jejak peradaban,
sehingga bangsa Arab praktis memiliki peradaban setelah Muhammad dan Islam
ajarannya lahir.
D.2. Arab dan Islam
Seperti disebutkan sebelumnya,
peradaban Arab muncul dan berkembang baik hingga ke puncak tertinggi tangga
peradaban dunia setelah terjadi akulturasi dengan ajaran-ajaran Islam yang
dibawa oleh Muhammad. Keunggulan moral dan positif tradisi Arab dikawinkan
dengan baik dengan ajaran-ajaran Islam sebagai sebuah ajaran rahmat dan dipaparkan dengan gamblang
dan holistik melalui tingkah laku Muhammad.
Muhammad yang buta huruf,
merupakan keturunan Ibrahim melalui putra pertamanya Ismail. Nasab Muhammad bin
Abdullah seperti diriwayatkan oleh banyak perawi hadits (cari nasab nabi). Keluruhan budi pekerti Muhammad telah
diakui oleh banyak orang dari kaum Arab Mekah. Kecerdasan mana menggabungkan
kekuatan intelektual, emosional dan spiritual dengan gradasi tertinggi yang
saat ini ramai disebut sebagai kecerdasan kenabian (prophetic intelligence). Bentuk
kecerdasan ini pada Muhammad timbul dengan sendirinya dan merupakan takaran
kenabian yang dimilikinya, berbeda dengan yang sekarang marak diseminarkan
mengenai kecerdasan kenabian, bentuk yang ada menunjukkan kecerdasan kenabian
buatan (artifisial) yang berusaha untuk menyerupai, alih-alih sama dengan
kecerdasan kenabian yang dimiliki oleh Muhammad. Kecerdasan kenabian (prophetic intelligence) Muhammad inilah
yang menjadi acuan hidup ajaran-ajaran Islam yang termaktub di dalam al Qur’an.
Sehingga tidaklah mengherankan jika kaum muslim saat ini menentukan hukum-hukum
(syari’ah) baik bersumber dari al
Qur’an juga penjabaran di dalam hadits
(perbuatan, perkataan dan diamnya Muhammad).
Dari pemaparan sebelumnya juga dijabarkan bagaimana reformasi
ketauhidan menjadi salah satu kunci moralitas ajaran Islam selain pemaknaan hukum-hukum
Islam (syari’ah) secara kontekstual
dan disampaikan langsung oleh perbuatan dan perkataan Muhammad. Selain itu satu
lagi kunci keberhasilan ajaran Islam yang diajarkan Muhammad kepada seluruh
ummatnya adalah bentuk kecintaan kepada ilmu pengetahuan. Seperti bagaimana
ayat-ayat al Qur’an juga menyebutkan keutamaan mencintai ilmu pengetahuan. Al
Qur’an al Karim menyebutkan sebanyak 823 kali kata ‘ilm yang merujuk kepada
ilmu pengetahuan, dimana hadits nabi
juga menyatakan dengan tegas kepada seluruh muslim untuk mengejar kemanapun
ilmu pengetahuan (al hikmah).
Fakta ini menunjukkan bahwa Islam sebagai sebuah ajaran
memotivasi secara tegas ummatnya untuk rasional dan berpengetahuan. Ilmu tanpa
Amal diasumsikan sebagai sebuah kedunguan yang walaupun dapat ditolerir, namun
juga secara halus dikecam. Keutamaan orang-orang yang berilmu juga diganjar
dengan ganjaran yang sangat baik melalui pahala di surga, serta diutamakan
kedudukannya di mata sang pencipta (Allah). Motivasi ini yang menjadi kunci
stimulus hausnya kaum muslimin akan al
Hikmah al Muta’aliyah, sebentuk konsepsi akan ilmu pengetahuan tertinggi
yang diyakini dapat membuka seluruh tabir ajaran Muhammad di dunia dan akhirat.
Muslim yang ta’at, pada masa awal mula-mula kerasulan
Muhammad, masa Khulafa’ al Rasyiddiin
hingga terbitnya imperium pertama Islam yang menyingkirkan sedikit demi sedikit
kekuasaan geo-politik Romawi dan Persia merupakan penyumbang ilmu pengetahuan
terbanyak atas bangunnya peradaban ini. Sederet nama-nama pemikir muslim di
berbagai bidang ilmu pengetahuan juga adalah para imam sufistik dan pengemuka
agama Islam yang mahsyur. Kontribusi para pemikir besar ini jugalah yang
menyumbangkan fajar peradaban yang sama ke belahan benua Eropa pasca Perang
Salib dan memunculkan Renaissance Eropa yang terlepas dari masa-masa abad
kegelapan-pertengahan, hingga peradaban Eropa modern yang kita kenal kini.
E. Kapitalisme-Liberal, Sosialisme dan Islam
E.1 Kapitalisme-Liberal
Sejarah
Kapitalisme Eropa bermula dari sejarah awal masa Renaissance, pasca Perang
Salib, ketika bangsa Eropa berpikir untuk menemukan sumber rempah-rempah yang
selama ini sampai ke daerah tersebut melalui jalur darat Asia (Jalur Sutra). Masing-masing
kerajaan saat itu ; Portugis, Spanyol, Perancis, Belanda dan Inggris, lima
kerajaan besar Eropa selain Germanium-Prussia mengirimkan ekspedisi-ekspedisi
eksplorasi mereka ke timur dan barat untuk menemukan sumber rempah-rempah
tersebut. Dari skema ekspedisi inilah kemudian kongsi-kongsi dagang terbentuk
untuk kemudian menimbulkan penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa yang luas di
seluruh penjuru dunia pada abad 13-19 masehi.
Fase
ini dinamai dengan sistem ekonomi-politik merkantilis-imperialis, cikal bakal
ekonomi kapitalis Eropa yang terbentuk dari konglomerasi kongsi dagang kelas
kaum pricillia dan bourgeaois Eropa. Fase ekonomi merkantilis ini ditandai
dengan pengurasan secara paksa kekayaan alam daerah jajahan dengan pribumi
jajahan dijadikan sebagai pekerja buruh rendah yang dipekerjakan dengan sistem
tak manusiawi dan bahkan perbudakan. Tidak dapat dipungkiri, selain imperium
tua China dan keshogunan Jepang di Asia Timur, kerajaan Muang Thay di Asia
Tenggara, Ottoman di Asia Kecil, banyak kerajaan di berbagai benua harus tunduk
di bawah kaki penjajahan bangsa Eropa tersebut. Tidak terkecuali
imperium-imperium serta kesultanan Arab-muslim yang mulai melemah dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang kecil-kecil, harus tunduk dan
terjajah oleh Inggris dan Perancis di Afrika Utara.
Kondisi
ini yang berlangsung selama kurang lebih 6 abad, melemahkan mental
bangsa-bangsa terjajah menjadi inferior berbanding bangsa Eropa, karena skema
penjajahan yang terjadi bukan hanya mematahkan perlawanan fisik, namun juga
menghantam psikologis sosial bangsa-bangsa terjajah. Untuk kerajaan-kerajaan di
benua Eropa sendiri, penjajahan menghasilkan buah yang sangat manis untuk
pembangunan perekonomiannya. Perang Eropa yang terjadi sekitar abad 16 masehi
juga tidak dapat meruntuhkan sendi-sendi superioritas yang dibangun dengan
skema ekonomi-politik ini. Di masa-masa ini juga ilmu pengetahuan dan teknologi
Eropa tumbuh dengan pesat dengan temuan-temuan yang dihasilkan hingga Revolusi
Industri yang merubah paradigma ekonomi Eropa keseluruhan.
Penandaan
Revolusi Industri juga menandakan evolusi ekonomi Eropa dari merkantilisme
menuju kapitalisme. Kapitalisme yang dimaksud adalah penyandaran sistem ekonomi
kepada pemilikan kapital-pasar yang oleh Adam Smith disaripatikan dan
dianalogikan dengan tangan-tangan
tersembunyi (Invisible Hands), dimana ekonomi atas azas kapital itu diatur
secara penuh dalam skema pasar yang bebas
lepas dari campur tangan apapun, termasuk kebijakan negara. Dari teori
inilah tumbuh skema Kapitalisme-Liberal (Kapitalisme-Bebas). Negara dalam
bentuk apapun hanya memiliki kewajiban dan wewenang untuk menjamin keberadaan
pasar yang bebas, dimana entitas dalam pasar tersebut bebas bersaing dalam
skema supply-demand satu dengan lainnya dan dalam penentuan harga untuk
keuntungannya.
Namun
sistem ekonomi ini menimbulkan dampak alienasi yang besar terhadap buruh.
Sistem ekonomi Kapitalisme-Liberal dan Revolusi Industri tidak dapat dipungkiri
sebagai sebab timbulnya perbudakan model baru. Kota-kota industri di Inggris
seperti Liverpool dan Chelsea mengalami boom-pertambahan buruh yang luar biasa,
baik laki-laki dan perempuan, remaja dan dewasa, karena paradigma orang Eropa
pedalaman (desa) yang silau dengan keglamoran kota besar Eropa dan ingin ikut
mencoba mencicipi peruntungan untuk bekerja di kota industri (urbanisasi
besar-besaran). Dampak dari ini terjadi pelonjakan jumlah tenaga kerja yang
secara prinsip supply-demand menurunkan harga tenaga kerja itu untuk dibayar
oleh perusahaan industri. Harga tenaga kerja kasar dan rendahan ini hampir sama
rendahnya dengan harga budak dan pekerja buruh di daerah jajahan Eropa.
Kondisi
ini diperparah dengan pemikiran yang menihilkan campur tangan pemerintah untuk
menyamaratakan kesejahteraan yang diterima oleh kaum pemodal (kapitalis) untuk
dibagi dengan buruhnya. Turunan dampak ini adalah penumpukan kemiskinan buruh
di kota-kota industri, kriminalitas yang meningkat dan jurang pemisah
kesejahteraan buruh-pemodal semakin dalam. Regulasi yang dipandang sebagai
solusi yang harusnya dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin kesejahteraan
warga negaranya tidak kunjung dikeluarkan, di beberapa kota besar, bentuk
kriminalitas sudah condong pada kondisi anarkis dan penjarahan kaum buruh di
perusahaan-perusahaan tempat ia bekerja yang tentunya menimbulkan kerugian yang
tidak sedikit bagi kaum pemodal. Tindakan represif oleh para pemodal dijadikan
jalan keluar utama mengatasi masalah ini yang berujung pada kriminalisasi buruh
dengan bantuan aparat hukum (polisi).
Secara
umum, sistem ekonomi Kapitalisme-Liberal memberi ruang kreasi dan dampak
positif bagi terciptanya penemuan-penemuan baru. Bentuk persaingan antar
entitas pasar dalam sistem ekonomi ini, memaksa masing-masing entitas untuk
berpikir kreatif menemukan keunggulan dan nilai lebih dari produknya berbanding
produk pesaingnya dan juga penetapan harga yang bersaing antar satu produk
dengan produk lainnya (sejenis). Kemajuan industri modern dewasa ini merupakan
sumbangsih penuh dari sistem ekonomi ini. Dalam kurun waktu sepuluh dasawarsa
berlalu, perkembangan teknologi yang terjadi di seluruh belahan dunia muncul
bagaikan jamur di musim hujan, saling bersaing baik dalam kualitas dan harga,
yang jika dibayangkan hal yang ada sekarang (teknologi) pastinya tak
terbayangkan di kurun-kurun waktu sebelumnya. Ruang mana juga menciptakan
peradaban modern berteknologi tinggi yang tersebar dari satu negara ke negara
lainnya secara lebih merata. Sehingga dibalik dampak negatif sistem ekonomi
kapitalis ini, sumbangsih terhadap perekonomian tiap-tiap negara modern yang
terbentuk (termasuk negara dunia ketiga yang terbentuk pasca Perang Dunia
Kedua) sangatlah besar dalam memunculkan bentuk kesejahteraan awal di tiap-tiap
negara tersebut.
Sebagai
sebuah bentuk ideologi, sekularisasi yang tersemat dalam tubuh
Kapitalisme-Liberal, memunculkan nilai estetika nan profan yang menihilkan
religiusitas namun memberi stimulus positif bagi eksplorasi holistik ilmu
pengetahuan ke segala bidang kehidupan manusia. Prinsip tabu yang secara dogmatik memberi batas eksplorasi pengetahuan bagi
para ilmuwan dipecahkan sehingga muncul portal-portal menuju fakta
empirik-objektif yang selama ini tersembunyi di baliknya. Dalam sisi seni dan
budaya, estetika yang muncul dengan peniadaan sisi religius lama menghasilkan
bentuk seni budaya baru, terutama pemaparan erotisisme dan sexualitas kembali
ke ruang publik. Produk fashion, dunia hiburan, glamorisasi rekreasi,
kesemuanya adalah bentukan sekularitas yang muncul sebagai bagian laten yang
tersemat pada ideologi Kapitalisme-Liberal sebagai resapan yang mengendap dan
tersaripati dengan baik era Renaissance Eropa yang mendobrak kesalehan semu
era-Victorian abad pertengahan.
E.2 Sosialisme
Sejarah
pemikiran sosialisme bermula dari pemikiran Karl Heinrich Marx, seorang
filsuf-ekonom dari Jerman yang melihat bentuk penderitaan masyarakat Eropa kelas
ekonomi menengah ke bawah, dan mulai berpikir tentang solusi yang memungkinkan
sebagai jalan keluarnya. Seperti dipaparkan sebelumnya, Kapitalisme-Liberal dan
Merkantilisme-Imperialis sebagai bentuk ekonomi-politik di era itu menimbulkan
korban manusia yang tidak sedikit demi pembangunan kawasan Eropa dan
pembangkitan kebudayaannya yang itupun berujung pada pemuasan kenikmatan oleh
beberapa gelintir orang saja.
Marx
merumuskan sebentuk metodologi dialektis-historis yang bersumber dari fakta
sejarah peradaban mulai dari era purba, ketika manusia masih hidup berkelompok
di dalam gua, egaliter dan membentuk komunalisasi kepemilikan (kepemilikan
kolektif). Sebuah komunisme primitif dimana kepemilikan masih berbentuk
kolektif (bukan pribadi), hubungan sosial yang penuh dengan kerja bersama,
kesetaraan utuh dalam setiap aspek kehidupan termasuk kesetaraan seksual.
Karena kepemilikan pribadi masih belum muncul, maka tidak mengherankan jika
kemudian institusi-institusi serta perangkat penentu yakni keluarga dan negara,
menjadi tidak begitu berkembang. Dalam masyarakat seperti ini, pemimpin tidak
memiliki nilai superioritas terhadap anggota yang lain.
Bentuk
komune-klan-matriarkal mana yang kemudian mencapai puncak tertinggi pada masa
barbaris awal, ketika masyarakat mulai menetap dan membentuk sistem organisasi
tani. Pada era barbaris berikutnya munculah cikal bakal peradaban dengan
stimulus kepemilikan pribadi, sistem patriarki serta penghancuran sistem
komune-matriarkal. Pembagian kerja serta strata sosial awal nan primitif mulai
menempati sistem sosial berikut perangkat superioritas yang menggantikan
egalitarian pada masa primitif. Titik ini yang oleh Marx disebut sebagai
Revolusi Agraria, menjadi penentu munculnya surplus makanan yang dijadikan
sebagai bagian utuh kepemilikan strata sosial tinggi (kepemilikan pribadi
berdasarkan superioritas). Dalam fase yang dikenal pada studi antropologi, era barbaris
dirujuk sebagai Jaman Neolitikum oleh para arkeolog.
Revolusi
Agraria berikut sebentuk kompleksitas ikutannya; peradaban, patriarki dan
kepemilikan pribadi mendeportasi Komunisme Primitif jauh dari sistem sosial
yang dipakai. Alih-alih berusaha untuk kembali mengingat peradaban ini,
patriarki sebagai sebuah sistem sosial memunculkan agresifitas yang disebarkan
di ruang publik melalui superioritas-ambisional kaum pria plus penegakan
institusi keluarga sebagai sebuah pakem. Komunitas keluarga yang terbelah
dengan pemimpin keluarga patriarki ini membentuk komunitas-komunitas tetap
pedesaan dengan pertanian sebagai sumber utama pendapatan. Dari sinilah
kemudian institusi negara ; baik bentuk polis ataupun kerajaan muncul,
merepresi komune-primitif lama dengan kesejahteraan kaum bangsawan dan
eksploitasi kaum inferior melalui perbudakan.
Seperti
dipaparkan di atas bagaimana kemudian manusia membentuk peradaban maju melalui
ekonomi ; dimulai dari barter, penggunaan alat tukar (uang), institusi
penyimpan uang dan penumpuk kekayaan (pemilikan pribadi), penggunaan uang
giral, hingga ekonomi merkantilis-imperialis dan kapitalisme-liberal muncul
sebagai suatu tatanan umum yang berlaku pada zaman modern awal. Semua fase-fase
tersebut berlangsung di atas penindasan dan alienasi mayoritas manusia untuk
menciptakan kelas sosial yang “berpikir” demi kemajuan peradaban. Kelas sosial
mana yang kemudian ter-institusi secara elit dengan hanya segelintir manusia
sebagai patron namun dengan pemaksaan hak dan kekuasaan yang mampu menganeksasi
hak kemanusiaan kliennya.
Solusi
Marx (Sosialisme) memunculkan sebuah gerakan ideologis sebagai dialektika
ekonomi dan ideologi Kapitalisme, memunculkan egalitarianisme kuno demi
tercapainya kondisi masyarakat sosialisme-utopia, sebuah konsepsi pemikiran
Marx dimana terdapat kondisi kelompok manusia yang hidup dalam komune-lama di
dunia modern. Sosialisme ini cepat menjadi populer dan dianut oleh banyak
gerakan penentangan intimidasi dan dalam beberapa kasus menjadi sebuah ideologi
gerakan. Ideologi mana yang memunculkan kesetimbangan hubungan industrial di
industri modern dewasa ini.
Dalam
taraf aplikasi yang disesuaikan dengan kondisi lokal masyarakat, sosialisme
Marx mengalami transformasi menjadi Komunisme yang dianut oleh gerakan Revolusi
Oktober-Bolshevick Rusia. Perkembangan lebih lanjut menjadi ideologi negara
dengan campur tangan Lenin dalam pemaknaan sosialisme Marxism yang termaktub
dalam manifesto komunisme yang dipakai Uni-Sovyet. Walaupun dewasa ini banyak
negara-negara berpaham Komunisme yang telah tumbang ataupun mengalami kekacauan
internal, Komunisme tetap menawarkan sisi positif di dalam pemikirannya dimana
penguasaan atas barang secara individual ditiadakan hingga pemisah antar kelas
sosial-ekonomi menjadi sangat kabur dan cenderung dekat. Semua warga negara
adalah buruh atau pekerja dimana negaralah perusahaannya. Tidak mengherankan
jika pada negara-negara sosialisme-komunis, pendidikan, kesehatan dan hajat
hidup lainnya yang menguasai orang banyak sangat mudah untuk diakses. Karena
kesejahteraan negara dalam perspektif komunisme-sosialis bersumber dari
kesejahteraan komunal warganya.
Namun,
komunisme dan sosialisme seringkali memunculkan bentuk kekuasaan yang otoriter
dan cenderung tiran. Memakai sistem politik Partai Tunggal (single party),
tidak ada oposisi yang dapat mengontrol jalannya kebijakan dan kekuasaan. Pemimpin negara adalah pemimpin
partai dimana birokrasi negara diisi oleh kader-kader partai komunis. Dengan kekuasaan yang despot,
muncul ketidak-transparanan dalam pembiayaan negara dan birokrasi. Hal ini
lebih lanjut memunculkan anggatan yang tidak akuntable. Tidak heran jika
kemudian kehancuran negara-negara komunis dimulai dari korupsi yang merajalela di
tataran birokrat negaranya. Kehancuran mana yang memunculkan perpecahan dan
gerakan separatis dari tiap-tiap unifikasi daerah di negara komunis. Contoh
dari kondisi ini adalah Uni-Sovyet dan Republik Sosialis China. Walaupun
pemerintahan Republik Rakyat China masih dapat diselamatkan dengan contoh
pemberantasan korupsi mereka yang sangat tegas, kebijakan ekonomi mereka saat
ini juga sudah mengarah pada peran kapitalisme secara general yakni penerapan
kapitalisme-negara.
E.3 Islam dalam Aplikasi
Ideologis
Sebagai
sebuah pandangan hidup manusia, Islam memiliki ajaran dengan kompleksitas yang
mencakup pada tataran yang majemuk. Islam tidak berbicara dengan wacana yang
melulu divine (ketuhanan), namun juga merambah tatanan kemanusiaan (humanisme)
mencakup tuntutan perilaku secara ideologis, ekonomis dan ranah sosial lainnya
seperti ekonomi.
Monolog-monolog
Tuhan yang terjabar dari ayat-ayat al
Qur’an menjabarkan begitu banyak hal yang tidak melulu menutup pada
permasalahan syari’ah keagamaan saja,
namun juga tuntunan lainnya yang jika dicermati sangat humanis. Keberadaan
zakat, infaq dan sadaqah merupakan contoh aplikasi Islam dalam tataran ekonomis
nan sosialis. Di sisi yang berbeda, Islam juga tidak menutup keutamaan dari hak
kepemilikan pribadi (kaya), karena dengan kekayaan seorang manusia dapat
menjadi terpandang jika ia cukup bijak untuk dapat menjadi dermawan.
Secara
historis, Islam mengajarkan baik prinsip kepemimpinan yang demokratis,
terpimpin penuh, maupun teokratik. Fiqh
Siyasah merupakan rangkuman ajaran Islam (fiqh) yang mencakup bidang hukum sosial dan sosial politik.
Aturan-aturan main yang termaktub di dalamnya jika dilihat dari kacamata dan
perspektif modernitas kekinian, memiliki banyak kesamaan dengan prinsip-prinsip
demokratis-egalitarianisme-liberal dan juga totalitarianisme-sosio-komunis.
Seperti
disebutkana dalam pemaparan sebelumnya, kompleksitas menu yang ditawarkan di
dalam wacana ajaran Islam yang sedemikian kompleks, secara aplikatif telah
menghantarkan masyarakat Arab yang terkenal bar-bar dan tak berperadaban menuju
tingkat tertinggi kebudayaan manusia pada saat itu. Hal ini tidak lain
disebabkan oleh kemajemukan bidang (ekstra-disipliner) ajaran Islam yang
kemudian memotivasi mereka-mereka yang secara kaffah mempelajari ajaran ini dan menjadi haus akan ilmu
pengetahuan. Para sarjana ini dikemudian hari menetapkan banyak teori yang
sebenarnya merupakan cikal-bakal disiplin ideologi-ideologi modern sekarang.
Tidak
banyak yang mengetahui bahwa prinsip sekulerisme (pemisahan ranah publik
pemerintahan dengan urusan-urusan private manusia salah satunya keagamaan),
merupakan domain pemikiran dari sarjana Islam. Contoh lainnya seperti
prinsip-prinsip egalitarianisme merupakan fase lebih lanjut dari cara Nabi
memandang budak dan berusaha memerdekakannya (anti-perbudakan), metode jaring
pengaman sosial (Social Safety Net) merupakan aplikasi modern dari zakat, infaq
dan sadaqah, dan bahkan bentuk sekolah serta universitas modern banyak
mengambil contoh dari tata cara (manner) majlis-majlis bahkan perpustakaan
muslim era khilafah. Prinsip-prinsip yang kemudian mengemuka dari aplikasi
negara-negara barat tanpa pernah kita mengetahui dari mana sumber-sumbernya.
Karenanya,
seperti disebutkan di awal, jika ideologi dimaknai sebagai cara pandang
aplikatif dari kehidupan umum manusia, Islam pantas menyandang terminologi ini
dikarenakan berbanding ideologi lain yang melulu memandang hidup dalam
perspektif materil, Islam memaparkan jauh sebelumnya perspektif yang lebih
baik. Alih-alih terjebak dalam pakem keagamaan melulu, Islam sebagai sebuah
ajaran telah menunjukkan pada dunia bahwa ianya mampu menuntun manusia menuju
peradaban tinggi yang diidam-idamkan. Kahttp://www.blogger.com/homerenanya Islam sebagai sebuah ideologi
yang digugu sebagai sebuah tumpuan peradaban sangat mungkin untuk sekali lagi
melakukan perubahan sosial yang massif lagi rekonstruktif.
Penutup
Islam
sebagai sebuah ideologi yang digugu sebagai sebuah tumpuan peradaban sangat
mungkin untuk sekali lagi melakukan perubahan sosial yang massif lagi
rekonstruktif, dan mengantarkan sekali lagi umat manusia pada titik tertinggi
peradabannya. Hal ini dimungkinkan mengingat sejarah peradaban yang telah
terbentuk oleh asimilasi dan akulturasi ajaran Islam pada kebijaksanaan lokal
dari masing-masing kebudayaan dan masyarakat nomaden (kabilah). Karenanya untuk
generasi muda muslim yang menjadi ujung tombak masa depan peradaban, perlu
untuk mempelajari Islam secara bersungguh-sungguh dan juga kaffah yang dengannya diharapkan kelak dapat membentuk lingkar
peradaban umat manusia yang lebih sempurna dari pada sekarang.
(tulisan ini adalah bagian dari makalah pribadi penulis sebagai bagian dari syarat mengikuti LK III / Advance Training Badko HMI Sumatera Utara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar