Laman

Sabtu, 09 Juni 2012

Teologi Sumeria (Bagian 1)

Pada umumnya umat awam dari setiap agama mempercayai bahwa kisah-kisah dalam kitab “suci”nya sebagai kejadian sesungguh-sungguhnya, faktual dan menyejarah. Mereka dengan naif mempercayai bahwa sang tuhan/sesembahan yang mereka percayai mengarahkan alur sejarah untuk suatu saat memuncak pada suatu pewahyuan tertentu lewat nabi, kitab dan suku bangsa tertentu dan setelah itu manusia-manusia yang hidup setelah jaman sang nabi hanya mengias-ngias di sekitar wahyu itu dengan menggunakan tafsir yang tidak kontekstual dan tidak menjawab permasalah dunia yang semakin rumit dan beragam.

Bagi kita yang hidup dalam abad ketercerahan seharusnya memahami bahwa tidak ada sesuatu yang datang dari ruang hampa. Apalagi itu adalah kisah-kisah agama. Agama-agama yang ada sekarang adalah  turunan dan pewajahan lain dari mitologi, worldview, budaya dan agama-agama sebelumnya. Mitos-mitos agama & budaya lalu dengan sadar atau tidak diserap oleh agama yang baru, dipoles dan diakui sebagai miliknya yang sah dan orsinil. Kisah-kisah dalam Kitab Kejadian di Perjanjian Lama misalnya, sepert kisah penciptaan, Air Bah, dan Abraham/Ibrahim, diambil dari mitos-mitos Sumeria, Mesopotamia dan Mesir, diberi pemahaman yang baru oleh bangsa Israel, disetting dalam budaya Ibrani dan dianggap sebagai wahyu ilahi yang dijamin mutlak benar oleh agama Yudaisme. Ketika kekristenan muncul, mereka menerima itu tanpa kritik. Bahkan ketika Islam muncul, mereka menyerap kisah-kisah itu secara dangkal dan mengakuinya sebagai kejadian sebenar-benarnya. bedanya sekarang tuhan bagi bangsa Ibrani ,Yahwe, diganti namanya menjadi Allah.  Tidak ada yang keliru dalam budaya contek-mencontek pada jaman itu. Yang keliru, naif dan sudah seharusnya dibuang dari pikiran manusia modern adalah tidak mengakui plagiarisme itu terjadi, malahan mengaku-aku mitos versi mereka sebagai kejadian sejarah sebenar-benarnya, memuat kebenaran mutlak yang tidak boleh dikritik dan dianalisa dan disangkal, serta memberangus semua pendekatan kritis historis atas kisah-kisah tersebut.

Dalam tulisan-tulisan yang akan datang kita akan menjelajah mitologi Sumeria, Mesopotamia dan Mesir, dan segera mengetahui bahwa kisah-kisah kebanggan 3 agama Abrahamik ini tidaklah asli milik mereka, namun ada serapan, duplikasi, baik tema maupun frasa-frasa kuncinya dalam beberapa kisah, sehingga alangkah “jauh panggang dari api” jika umatnya masih ngotot bahwa kisah mereka paling benar, menyejarah, faktual, dan orsinil. Untuk itu mari kita memulai penelusuran kita lewat Mitologi Sumeria.

KAPAN SEJARAH DIMULAI ?
Anda pasti pernah mendengar pernyataan : "sejarah telah dimulai di Sumeria." Bukti yang kita miliki saat ini memang menunjukkan bahwa memang sejarah dimulai antara 4000-1000 SM.  Jika sejarah dimulai ketika manusia mampu menulis, maka halaman pertama  lembaran sejarahnya ditulis di Mesopotamia sekitar 6000 tahun yang lalu.! Bangsa Sumeria mulai menulis kisah dan kejadian di jaman mereka dalam bentuk piktogram pada tablet tanah liat, dan sekitar 3000 SM. bentuk tulisan kuno berbentuk baji (cuneiform) dan alfabet bersuku kata penuh muncul. Bangsa-bangsa di sekitarnya telah mengadopsi, mengubah dan menggunakan alfabet ini sesuai dengan kebutuhan mereka.

DIMANA DAN SIAPA BANGSA SUMERIA INI ?
Wilayah yang disebut Sumeria berada di Timur Tengah di antara dan di sepanjang sungai Efrat dan Tigris (Irak saat ini). Apakah Anda pernah bertanya pada diri sendiri?
 
  • Mengapa dan bagaimana peradaban Sumeria muncul dari antah berantah ?
  • Siapa orang-orang Sumeria?
  • Di mana mereka sebelum menetapkan diri mereka sebagai 'pemrakarsa' sejarah?
  • Apakah mereka bermigrasi? Jika demikian, dari mana?
  • Dan apa yang membuat mereka tiba-tiba 'bersinar' seperti bola lampu dalam sejarah panjang umat manusia dan peradaban?
Menurut cerita pada tablet tanah liat dari Lu-dingir-ra Sumeria  (bisa diterjemahkan sebagai "manusia Allah") yang hidup 4000 tahun yang lalu, ini adalah jawaban darimana mereka datang.

"Kami bermigrasi ke tempat kami hidup sekarang ribuan tahun yang lalu, tetapi mereka tidak mampu menuliskan dari mana mereka berasa karena mereka tidak tahu bagaimana menulis saat itu. Kemudian para ahli agama yang penasaran dan juru  tulis istana kerajaan mempelajari informasi secara lisan dalam upaya untuk mencari tahu tentang masa lalu.  Nenek moyang kami  datang ke negeri ini dari wilayah di pegunungan timur laut. Tetapi juga mengatakan bahwa beberapa dari mereka telah datang melalui laut dari negeri yang disebut Dilmun di timur. Dan alasan di balik ini migrasi ini dikatakan berawal dari kekeringan tak terjelaskan di tempat asal mereka yang hangat dan berhujan
Enlil Yang Agung telah mengijinkan kami,  'kaum berkepala gelap',  menetap di sini. ... Menurut rumor dan hasil penelitian saya tentang mengapa kita menyebut diri kita sendiri ”kaum berkepala gelap”, saya temukan bahwa sebelum nenek moyang kita bermigrasi ke sini, , orang dengan rambut pirang dan mata biru tinggal di samping wilayah nenek moyang kita. Mereka  para nenek moyang kita)  mungkin telah mengadopsi nama tersebut untuk memisahkan diri dari tetangga mereka.. Aku  tidak dapat membayangkan orang dengan rambut pirang dan mata biru Dan aku tidak berpikir itu akan menyenangkan. Aku  belum pernah melihat ada orang seperti itu di negaraku."
 
Inilah apa yang Lu-dingir-ra tuliskan  pada tablet tanah liat. Daerah dimana Sumeria didirikan sebenarnya adalah sebuah tempat persimpangan masyarakat, budaya, dan rute perdagangan. Sumeria benar-benar berada tepat di tengah-tengah 'dunia kuno'.  Sehingga tidaklah mengherankan ada semua jenis pengaruh yang melewati wilayah sebelum dan di jaman bangsa Sumeria hidup. Dalam rangka untuk mengetahui pengaruh-pengaruh dan fertilisasi silang yang telah mereka telah bawa, kita harus melihat ke dalam wilayah ini lebih dalam.
 
Pusat-pusat budaya tinggi dunia saat itu berkembang 5000 tahun lalu di sepanjang sungai-sugai besar: budaya Mesir di Sungai Nil, Babilonia di Tanah Dua Sungai, dan peradaban Indus. Peradaban Indus hampir dua kali ukuran Kerajaan Mesir dan empat kali ukuran Kekaisaran Sumeria-Akkad. Sumeria berada di antara dua pusat peradaban besar zaman itu. S. Radhakrishnan bahkan sampai pada kesimpulan bahwa kebudayaan Indus dikaitkan dengan Sumeria, yang telah mengubah dirinya menjadi budaya Babylonia, sehingga nantinya warisan tradisi ini diterima oleh Eropa. 
 
Beberapa segel berasal dari lembah Indus (beberapa dari mereka tertanggal setidaknya tahun 2000 SM) ditemukan selama penggalian di kota-kota Babel kuno. Di Ur mereka menemukan segel berasal dari jaman pra-Sargonid (2500 SM) yang merupakan imitasi lokal segel India. Beberapa ahli berpikir bahwa elemen dasar dari astrologi Babilonia mungkin berasal dari budaya Harappa. Sejumlah besar segel Indus ditemukan sepanjang Sungai Efrat. Bangsa Elam adalah link penting antara Mesopotamia dan peradaban Indus. Mereka tinggal di sebelah utara di pertemuan sungai Eufrat dan Tigris, di wilayah yang dibagi antara Iran dan Irak hari ini. Penemuan arkeologi sekarang menunjukkan bahwa budaya Elam awal berkembang di milenium keempat Sebelum Masehi, berarti sekitar 200-400 tahun sebelum kebudayaan tertua di pusat-pusat Lembah Indus pusat - budaya Amri - hanya 600 mil jauhnya dari peradaban tinggi Harappa nantinya.
 
Semua temuan ini bisa dijadikan bukti kontak penting antara India dan budaya tinggi ke barat (tak terkira jauhnya  bagi mereka di jaman itu) lebih dari 4000 tahun yang lalu. Dewa bangsa Celtic, Cernunnos, duduk dalam posisi Sang Buddha sesuai dengan segel Harappa dari lembah Indus. Sejumlah analogi dan korespondensi antara agama Celtic dan Celto-Iberia dengan India dapat ditemukan dalam gagasan reinkarnasi, diet vegetarian, kultus pohon dan Swastika - sebuah simbol yang masih ditemukan sampai hari ini di tulisan- pintu dari rumah-rumah pertanian di Basque. Sebuah kepala Buddha dari periode yang sama bahkan telah ditemukan di sebuah ruang pemakaman Celto-Iberia di selatan Perancis. Spekulasi yang didapat adalah bahwa pada tahap awal dari budaya Amri (4 milenium SM), suatu kelompok pesatuan suku-suku, yang darinya bangsa Sumeria berasal telah menyebar di sebagian besar Asia Minor.
 
Kita tahu bahwa suku Arya yang menginvasi lembah Indus awalnya tinggal di Anatolia dan Iran utara. Dokumen-dokumen kontrak dengan aksara runcing yang berkaitan dengan raja-raja orang Het dari Mitanni ditemukan di Bogazkoy di Anatolia (tertanggal sekitar 1400 SM) berdiri sebagai saksi atas pertukaran pengaruh budaya dalam beberapa abad. Dokumen-dokumen tersebut berisi doa kepada dewa Mi-it-ra, Ur-w-na, Indar, Na-sa-at-ti-ia. Ini adalah dewa-dewa yang dipuja di India kuno dengan nama yang sama: Mitra, Baruna, Indra, Nasatyas.  Bangsa Persia Kuno menyebut diri mereka 'Arya' dan bahasa mereka berbeda sedikit dari bahasa Sansekerta. Avesta, kitab suci Iran kuno sebagian hampir identik dengan Rig-Veda, teks tertua India.
 
Kita bisa temukan kisah tentang Raja-Dewa India, Rama, dalam Avesta serta ramuan ilahi 'soma' ('haoma dalam bahasa Iran kuno), dan sungai suci Saraswati (Haraquati di Iran kuno). Dr B.G. Siddhart dari Hyderabad memberi tanggal penulisan Avesta dan Ramayana secara meyakinkan dari tahun 7000 SM Itu belum semua! Dalam pendapatnya, Rig-Veda itu berasal di Asia Kecil (Anatolia), 1000 tahun lebih awal dari dua buku tersebut. Sebuah tim peneliti dari Universitas Heidelberg di Jerman telah menemukan sisa-sisa budaya kota yang sangat maju yang berasal dari milenium 7 SM di Nevali Cori (Nevali Ceri) di Anatolia. Patung-patung di sana termasuk patung ukuran seorang pria dewasa menampilkan semua karakteristik dari seorang imam dari jaman Rig-Veda.
 
Peradaban datang dan pergi di wilayah ini sejak Zaman Batu sampai ke zaman keemasan kebudayaan Yunani-Romawi. Perdamaian dan kemakmuran pastilah menjadi tonggak peradaban pada tahun-tahun tersebut di sepanjang Sungai Nil, Tigris dan Efrat karena tidak ditemukan petunjuk yang mengarah pada sebuah kegiatan peperangan dengan skala besar di wilayah ini, yang telah menjadi sabit subur dan pusat banyak peradaban . Ini adalah wilayah berbentuk semi -lingkaran berbatasan dengan gurun Arab di sebelah selatan, Yerushalim, Tirus, Sidon, Damaskus (Dimişk-eS SAM) di sebelah barat, Haran dan Niniwe di sebelah utara, dan Ashur (Asur), Babel, Ur di sebelah timur. Namun suatu hari, "tiba-tiba ', gerombolan suku-suku nomaden Semitik dari jantung gurun Arab menyerang dengan brutal di utara dan barat laut, di Mesopotamia, Suriah, dan Palestina. Suku-suku pengembara yang menyerang ini disebut orang Amori, menyerang wilayah  bulan sabit subur. Mereka telah mengadopsi budaya Sumeria dan aksara runcing tetapi tidak mengadopsi bahasa Sumeria. Bahasa mereka dikenal sebagai Akkadia, salah satu bahasa dari keluarga Semit. Pada akhirnya, Kekaisaran Sumeria dan Akkad runtuh pada tahun 1960 SM. Orang Amori mendirikan sejumlah negara dan dinasti. Salah satu dari mereka akhirnya menjadi tertinggi: Dinasti pertama dari Babel, pusat besar kekuasaan antara 1830-1530 SM. Rajanya yang keenam adalah Hammurabi terkenal sebagai pemberi hukum. Lalu datanglah Kekaisaran Asyur. Itulah sebabnya mitos Mesopotamia datang kepada kita lewat bangsa-bangsa Sumeria, Babilonia dan Asyur.
 
Ini adalah ringkasan yang sangat sangat singkat tentang Sumeria, posisi geografis mereka yang sangat penting, wilayah mereka di persimpangan budaya, dan bagaimana semuanya berakhir dengan serangan Amori. Kita semua tahu bahwa bangsa Sumeria telah menemukan banyak hal yang menjadi 'pengalaman pertama' dalam sejarah umat manusia. Namun di sini kita hanya tertarik dengan satu hal saja dari produk temuan mereka, yakni : sistem keyakinan / keagamaan yang nantinya menghantui umat manusia ribuan tahun sesudahnya.
 
Umat manusia telah berangkat dari banyak penemuan bangsa ini dan juga telah membuat banyak perbaikan yang luar biasa pada penemuan itu. Dan ini merupakan hal yang wajar jika kita berpikir adanya rentang ribuan tahun yang memisahkan kita dari mereka. Tapi meskipun semua perkembangan dalam bidang intelektual, teknologi, dan psikologi yang ditemukan oleh bangsa Sumeria, adalah penemuan - sistem kepercayaan – yang masih membingungkan pikiran berpendidikan dan tidak berpendidikan dan membawa mereka dengan yakin akan konsep ketundukan 'umat manusia,' dan 'oknum pencipta tertinggi ' dengan semua 'aksesori pengiringnya'.
 
Sekarang kita sampai pada pertanyaan penting:
Apa yang bangsa Sumeria ciptakan yang telah begitu menawan bahkan membelenggu kesadaran manusia dan membuatnya menjadi 'hamba' dalam kerajaan dunia manusia itu sendiri ?
Dalam rangka memberikan jawaban atas pertanyaan ini kita harus melihat ke dalam panteon dewa/allah bangsa Sumeria dan kosmogoni (kisah tentang asal-usul dunia) mereka.     
 
KOSMOGONI SUMERIA 
Bagaimana alam semesta menjadi ada?
Bagaimana alam semesta terorganisir?
Bagaimana alam semesta berfungsi?
 
Bangsa Sumeria telah lama berpikir tentang pertanyaan ini dan memperdebatkannya. Ada alasan yang sah untuk berpikir bahwa ada guru-guru agama dan para pemikir yang mengusulkan kosmologi yang cukup pintar dan meyakinkan, serta perspektif teologis agama untuk menemukan solusi atas teka-teki ini pada 3000 SM.  Ide-ide ini kemudian menjadi populer di sebagian besar Timur Tengah. Namun harus kita sadari bahwa tak satupun dari para sarjana ini memiliki kapasitas untuk berpikir logis dan koheren tentang masalah ini. Bahkan para pemikir Sumeria percaya bahwa persepsi mereka tentang hal-hal yang berada di luar sengketa dan apa yang diketahui tentang fungsi penciptaan dan alam semesta adalah pasti. Tidak ada kontradiksi dan diskusi. Pemikir Sumeria sudah mulai dengan hal-hal yang mereka bisa amati di lingkungan mereka. Itulah mengapa alam semesta teramati bagi mereka dianggap sebagai belahan kubah dari yang langit dan bumi sebagai dasarnya. Nama yang mereka telah diberikan kepada pembentukan ini berlaku untuk seluruh alam semesta: An-Ki (Langit -Bumi). Bumi bagi mereka dipercaya sebagai piringan yang dikelilingi oleh air (laut). Mereka menyebut laut Apsu-Abzu (Laut ini mengelilingi batas-batas dunia mereka yang terentang dari pantai Mediterania sampai ujung Teluk Persia). Dan piringan ini (Ki) yang mengambang bebas di laut, juga merupakan wahan diametris di atas sebuah bulatan bola tak berujung.
 
Kubah di atas bulatan bumi itu adalah langit. Kanopi tak terlihat di bawah laut itu dianggap sebagai 'lawan-langit' yang meliputi dunia bawah (neraka). Bangsa Sumeria menyebt neraka sebagai “Kur”. Mereka percaya akan adanya komponen ketiga yang disebut 'Lil', yang maknanya adalah udara, napas dan roh. Tapi kita bisa menerima 'angin' sebagai makna yang paling mendekati. Menurut bangsa Sumeria matahari, planet-planet, bintang dan bahkan 'kecemerlangan' (dari apapun) terbuat dari substansi yang sama. Dan di luar batas-batas alam semesta teramati ini, di setiap arahnya, terdapat samudra kosmik misterius dan tak berujung. “Ruang lingkup alam semesta” yang teramati ini diam dan berada di pusat dari semua ini.
 
Kemudian para agamawannya merasa perlu untuk menjelaskan sumber dari komponen kosmik tersebut dan untuk menetapkan tahap-tahap pembentukannya: Ada permulaan. Hal pertama yang ada di awal adalah 'bunda-samudera' purba tak berujung.  Dari idea “bunda-laut” inilah para agamawan & pemikir Sumeria mengambil konsep "prima kausa / penyebab pertama," atau “penggerak-pertama”. Samudera ini (Apsu-Apzu) melahirkan alam semesta. An-Ki (Langit - Bumi) terlahir. An-Ki kemudian menciptakan Langit dan Bumi. Langit dan bumi kemudian melahirkan keberadaan allah-allah  lain. Tidak ada pemikir Sumeria mampu menjelaskan sepenuhnya awal dari campuran kosmologi dan Theogony (konsep asal-usul menurut perspektif keyakinan agama, bukan sains yang teramatai - Penerjemah) ini. Untuk menemukan realitasnya kita harus berkonsultasi dengan apa mythographers telah tulis.
 
Pada tablet yang menuliskan daftar para dewa Sumeria, dewi Nammu, yang namanya ditulis dengan kata 'laut' yang ditunjukan dengan piktogram, digambarkan sebagai 'ibu yang memberikan kehidupan kepada Langit dan Bumi.' Dewa yang memisahkan Bumi dan Langit adalah dewa Enlil.
 
Berikut adalah kosmogoni Sumeria: Ada laut purba (Ibu-Laut) pada awalnya (Tidak ada informasi mengenai asal-usul dan bagaimana hal itu muncul menjadi ada). Ibu-Laut ini menghasilkan Gunung Kosmis-yang dibentuk oleh Langit dan Bumi yang tak terpisah, An-Ki. Langit (An) adalah laki-laki dan Bumi (Ki) adalah perempuan, penyatuan ini menghasilkan Enlil. Enlil dipisahkan langit dan bumi. Sebuah mengambil langit. Enlil mengambil ibunya Ki (bumi) untuk dirinya sendiri. Persatuan Ki dan Enlil mendirikan dasar bagi alam semesta yang tertata.
 
Penyatuan ini adalah titik awal sumber manusia, hewan, tumbuhan dan institusi peradaban. Yang berarti alam semesta diciptakan oleh para entitas tertinggi ( yakni para allah/tuhan/dewa yang jamak, bukan tunggal - Penerjemah). Para dewa pertama bercampur dengan unsur-unsur kosmis: Langit, Bumi, Udara, Air. Dewa-dewa kosmik ini melahirkan dewa-dewa  lainnya yang 'lebih rendah'. Dewa-dewa 'lebih rendah' ini akhirnya akhirnya menghasilkan segala sesuatu, bahkan memenuhi sudut-sudut terkecil alam raya. Hanya dewa pertama (langit, bumi, udara, air) yang adalah 'pencipta'. Karena mereka adalah penyelenggara alam semesta yang berada dalam genggaman tangan mereka. Keberadaan, pengembangan dan kelangsungan hidup kerajaan-kerajaan besar telah tergantung pada mereka. Ini adalah 'kebenaran pada dirinya' yang fundamental bagi bangsa Sumeria. Dewa-dewa ini tidak mengungkapkan diri ke manusia. Setiap dewa bertanggung jawab di sudut-sudut mata angin alam semesta yang berbeda.
 
Bangsa Sumeria telah mulai konsep ketuhanan dari masyarakat manusia yang mereka tahu dan kembangkan ke tingkat pengawas tertinggi dengan karakter super-human.   Dengan kata lain mereka telah menemukan  'kerajaan langit' (Mungkin dalam pemahaman mereka ada kerajaan yang nyata di langit dari makhluk luar angkasa, namun ini bukan topik bahasan kita) dengan berbagai macam dewa yang tertata bertanggung jawab atas ini atau itu. Bagi bangsa Sumeria alam semesta pastilah diawasi, diperhatikan, dikelola dan dikendalikan oleh makhluk superior yang menyerupai manusia. Mereka membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut seperti yang manusia lakukan. Bahkan para allah ini bertindak seperti manusia. Mereka makan, membangun keluarga, mempekerjakan sejumlah besar pegawai. Mereka tunduk pada nafsu dan kelemahan manusiawi. Semua dewa/allah ini tidak terlihat, tetapi mereka memiliki patung-patung mereka di kuil-kuil. Para imam menunjukkan rasa hormat besar kepada patung-patung dan dewa-dewa yang mereka wakili. Mereka tidak pernah memikirkan kontradiksi antara kemiripan dewa dan manusia dan kekekalan para dewa. Para dewa abadi tapi mereka membutuhkan makanan. Mereka dianggap sebagai sangat berkuasa karena mereka memeritah alam semesta. Mereka pikir para allah/dewa ini haruslah abadi karena kematian mereka dapat berarti hilangnya tatanan alam semesta dan akibatnya hidup dapat berakhir.
 
Demikianlah bagaimana bangsa Sumeria telah memformulakan keberadaan, sifat dan fungsi mahluk super-human yang , abadi ini yang mereka sebut dingir (pencipta tertinggi, dewa, tuhan, allah ). Tidak ada satupun sebenarnya dari kisah-kisah penciptaan ala Sumero-Babilonia yang melukiskan suatu sosok dewa pencipta dalam arti transendental, karena dewa-dewa ini merupakan bagian integral dari alam semesta dan produk dari proses kreatif.
 
Ada hirarki antara para dewa/ allah ini (Tentu saja harus ada dewa yang bertugas atas beliung dan batu bata yang tidak mungkin setara dengan dewa yang bertanggung jawab atas matahari.!) Di posisi puncak adalah Raja-dewa/allah. Dia adalah kepala dewan para dewa/allah. Di garis depan dewan ini ada empat dewa 'pencipta' bersama-sama dengan tujuh dewa yang paling terkemuka yang menjadi “penentu nasib”. Lalu ada lima puluh “dewa / allah besar”. Dewa pencipta disebut An, Enlil, Enki dan Ninhursag. Ada alasan untuk percaya bahwa pada awalnya bangsa Sumeria meyakini An sebagai dewa/allah tertinggi di dalam panteon/ jajaran dewa. Tetapi dalam sumber-sumber kemudian sekitar 2500 SM kita melihat Enlil sebagai memainkan peran dewa utama. Bagaimana, mengapa dan  kapan Enlil mengambil alih posisi An tidaklah jelas. Dokumen-dokumen tertua yang dapat kita pahami menggambarkan dia sebagai “bapak para allah/dewa”, “raja langit dan bumi”, “raja dari semua negara”.
 
Mitos dan himne terkemudian memberitahu kita bahwa Enlil adalah dewa baik hati yang bertanggung jawab untuk perencanaan dan penciptaan alam semesta dan juga melengkapi ciptaannya dengan semua hal terbaik. Dia adalah sumber dari hampir segalanya. Dalam tablet Sumeria yang dibaca dan dipublikasikan sejak tahun 1930-an himne dan mitos menggambarkan Enlil sebagai dewa yang ramah dan kebapakan yang menjaga keamanan dan kesejahteraan umat manusia umumnya dan Sumeria khususnya. Ninhursag yang juga dikenal sebagai Ninmah (Dewi Keagungan - Magnificent Lady) adalah yang keempat dari empat “dewa pencipta”. Dia lebih tinggi skalanya, datang sebelum Enki dalam daftar dewa. Dia yang memberikan hidup kepada semua dewa. Ia juga disebut Nintu (Dewi Kesuburan – Fertile Lady). Dia adalah ibu dari semua makhluk hidup. Enki, Dewa Apsu-Abzu (Dewa / allah yang dalam tak terduga) dan dewa kebijaksanaan mengangani urusan-urusan keduniawian dan bekerja harmonis dengan Enlil. Enlil merancang rencana umum dan Enki mewujudkan rencana itu jadi nyata (Dalam semua 'agama berkitab', dimulai dari Zoroastrianisme, selalu ada dewa / allah utama dengan dewa / allah yang lebih rendah atau malaikat-malaikat di sekelilingnya). Tidak ada tempatnya dalam alam berpikir bangsa Sumeria saat itu kecemasan untuk mencari asal-usul peristiwa konkret dan kemajuan menuju peradaban. Semua ini terkait dengan efek kreatif Enki. Segala sesuatu dijawab dengan 'Enki melakukannya' atau 'Enki melakukannya dan menatanya sedemikian rupa begitu'. (Penerjemah- tidakkah anda perhatikan kesamaan gambaran panteon dewa/allah ini dengan gambaran kerajaan langit ala agama-agama politeistik dan monoteistik? Dalam agama-agama monoteisme segala pencarian kritis tentang asal-usul manusia dan alam semesta serta metafisika selalu dijawab dengan mudah dalam kalimat “allah/ tuhan telah melakukan dan menatanya sedemikian rupa” sama seperti Dewa Enki dalam panteon Sumeria!). Menurut para bijak Sumeria, para dewa lebih suka moralitas dari pada amoralitas. Kebaikan, keadilan, keceriaan dan kejujuran dewa ditinggikan di semua himne. Utu, Dewa Matahari memiliki fungsi dasar sebagai pengawas tatanan moral. Tetapi pada saat yang sama Sumeria percaya bahwa para dewa telah menanamkan dalam manusia takaran yang sama kejahatan, kekejaman, dusta dan tirani.
 
Para dewa/allah telah menemukan 'Me. Sebuah 'me' adalah prinsip yang diciptakan dan ditugaskan oleh para dewa dengan tujuan untuk memastikan fungsi bebas masalah alam semesta. Para 'Me’ dilihat sangat efektif dalam pembentukan manusia, dan peradaban. Dewa memiliki banyak hal penting untuk dilakukan, dan tak seorang pun akan mengharapkan diri  untuk terlibat langsung dengan urusan mahluk-mahluk fana di bumi. Seperti rakyat jelata yang memerlukan perantara untuk meminta sesuatu dari seorang raja, manusia membutuhkan mediator untuk membuat dirinya didengar oleh para dewa. Mediator ini harus yang disenangi oleh para dewa-dewa. Keyakinan ini tidak diragukan lagi menciptakan konsep malaikat, pribadi-pribadi yang berfungsi sebagai pengawas ilahi dan konsultan spiritual. Para pengawas spiritual ini menjadi malaikat pelindung yang terhubung pada pemimpin keluarga. Seseorang memohon kepada dan diselamatkan dari bencana oleh ‘pribadi’ pengawas ilahi ini. Singkatnya, sistem kepercayaan bangsa Sumeria adalah politeistik. Entitas yang tertinggi mereka (supreme being) seperti manusia. Tapi mereka abadi dan memiliki kekuatan super-human. Mereka memiliki keluarga. Mereka hidup di bawah pimpinan tuhan/allah/dewa utama yang berfungsi sebagai raja. Para entitas tertinggi ini bisa bersedih, jatuh cinta, cemburu, berkelahi satu sama lain, dll seperti manusia. Mereka juga bisa berbahaya. Mereka jatuh sakit, dan kena luka juga. Entitas tertinggi dari langit, bumi, air dan udara adalah para pencipta, sedang yang lain adalah para administrator dan pelindung.
 
Ada sekitar 1500 masing-masing entitas tertinggi yang bertanggung jawab atas sesuatu. Pengawas tertinggi bangsa Sumeria adalah allah yang bersifat antropomorfik yang melambangkan fenomena alam dan kekuatan alam. Persembahan kurban untuk para dewa dilakukan di kuil-kuil yang disebut Ziggurats. Para dewa diyakini mengatur dan mengendalikan segalanya. Dewa matahari Utu (Dewa Shamash dalam mitologi Babilonia) dianggap entitas tertinggi yang maha melihat dan menjamin keadilan dan pemerataan, dan membantu umat manusia. Enki, Dewa Kebijaksanaan dan Air adalah pelindung umat manusia dan penyihir. Dewi Inanna, simbol planet Venus, adalah pelindung cinta dan pemburu. Semua entitas tertinggi di Sumeria hidup sesuka hati. Mereka tidak pernah mengatakan kepada manusia apa keinginan mereka. Manusia harus meminta entitas tertinggi jika mereka ingin tahu keinginan mereka. Lebih lagi, keinginan dari para dewa dapat dilihat dari tanda-tanda yang mereka tampakkan di hati dari hewan kurban yang dipersembahkan manusia ! Cara lain yang dipakai pengawas tertinggi ini untuk menyatakan keinginan mereka pada manusia adalah lewat mimpi.
 
Dalam rangka untuk mengetahui nasihat dari para pengawas ilahi ini dan tindakan apa yang manusia harus tempuh, harus pergi ke bait suci, membuat sesaji, berdoa dan pergi tidur (Banyak budaya Timur Tengah, dan khususnya Muslim yang saleh melaksanakan praktek bangsa Babilonia ini untuk berdoa dan pergi tidur, berharap untuk mendapatkan mimpi, yang akan menjadi penunjuk tentang tindakan atau kejadian tertentu apakah bermanfaat atau berbahaya). Bangsa Sumeria percaya bahwa segala sesuatu dapat diketahui sebelumnya lewat konsultasi spiritual. Keyakinan ini berlanjut sampai  milenium 1 SM. Sistem kepercayaan politeistik Sumeria secara bertahap menjadi monoteistik dengan semua entitas tertinggi berubah menjadi malaikat, roh jahat, setan, dan jin dalam sistem kepercayaan di kemudian hari. Sedangkan dewa utama berevolusi menjadi konsep TUHAN YANG MAHA ESA (kita dapat melihat 'entitas-entitas tertinggi ini dalam' agama-agama berkitab : Yudaisme, Zoroaster, Sabean, Kristen dan Islam).
 
 
(disarikan dari beragam sumber) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar