Pada
umumnya umat awam dari setiap agama mempercayai bahwa kisah-kisah dalam kitab
“suci”nya sebagai kejadian sesungguh-sungguhnya, faktual dan menyejarah. Mereka
dengan naif mempercayai bahwa sang tuhan/sesembahan yang mereka percayai
mengarahkan alur sejarah untuk suatu saat memuncak pada suatu pewahyuan
tertentu lewat nabi, kitab dan suku bangsa tertentu dan setelah itu
manusia-manusia yang hidup setelah jaman sang nabi hanya mengias-ngias di
sekitar wahyu itu dengan menggunakan tafsir yang tidak kontekstual dan tidak
menjawab permasalah dunia yang semakin rumit dan beragam.
Bagi
kita yang hidup dalam abad ketercerahan seharusnya memahami bahwa tidak ada
sesuatu yang datang dari ruang hampa. Apalagi itu adalah kisah-kisah agama.
Agama-agama yang ada sekarang adalah turunan dan pewajahan lain dari
mitologi, worldview, budaya dan agama-agama
sebelumnya. Mitos-mitos agama & budaya lalu dengan sadar atau tidak diserap
oleh agama yang baru, dipoles dan diakui sebagai miliknya yang sah dan orsinil.
Kisah-kisah dalam Kitab Kejadian di Perjanjian Lama misalnya, sepert kisah
penciptaan, Air Bah, dan Abraham/Ibrahim, diambil dari mitos-mitos Sumeria,
Mesopotamia dan Mesir, diberi pemahaman yang baru oleh bangsa Israel, disetting
dalam budaya Ibrani dan dianggap sebagai wahyu ilahi yang dijamin mutlak benar
oleh agama Yudaisme. Ketika kekristenan muncul, mereka menerima itu tanpa
kritik. Bahkan ketika Islam muncul, mereka menyerap kisah-kisah itu secara
dangkal dan mengakuinya sebagai kejadian sebenar-benarnya. bedanya sekarang
tuhan bagi bangsa Ibrani ,Yahwe, diganti namanya menjadi Allah. Tidak ada
yang keliru dalam budaya contek-mencontek pada jaman itu. Yang keliru, naif dan
sudah seharusnya dibuang dari pikiran manusia modern adalah tidak mengakui
plagiarisme itu terjadi, malahan mengaku-aku mitos versi mereka sebagai
kejadian sejarah sebenar-benarnya, memuat kebenaran mutlak yang tidak boleh
dikritik dan dianalisa dan disangkal, serta memberangus semua pendekatan kritis
historis atas kisah-kisah tersebut.
Dalam
tulisan-tulisan yang akan datang kita akan menjelajah mitologi Sumeria,
Mesopotamia dan Mesir, dan segera mengetahui bahwa kisah-kisah kebanggan 3
agama Abrahamik ini tidaklah asli milik mereka, namun ada serapan, duplikasi,
baik tema maupun frasa-frasa kuncinya dalam beberapa kisah, sehingga alangkah
“jauh panggang dari api” jika umatnya masih ngotot bahwa kisah mereka paling
benar, menyejarah, faktual, dan orsinil. Untuk itu mari kita memulai
penelusuran kita lewat Mitologi Sumeria.
KAPAN
SEJARAH DIMULAI ?
Anda
pasti pernah mendengar pernyataan : "sejarah telah dimulai di
Sumeria." Bukti yang kita miliki saat ini memang menunjukkan bahwa memang
sejarah dimulai antara 4000-1000 SM. Jika sejarah dimulai ketika manusia
mampu menulis, maka halaman pertama lembaran sejarahnya ditulis di
Mesopotamia sekitar 6000 tahun yang lalu.! Bangsa Sumeria mulai menulis kisah
dan kejadian di jaman mereka dalam bentuk piktogram pada tablet tanah liat, dan
sekitar 3000 SM. bentuk tulisan kuno berbentuk baji (cuneiform) dan alfabet
bersuku kata penuh muncul. Bangsa-bangsa di sekitarnya telah mengadopsi,
mengubah dan menggunakan alfabet ini sesuai dengan kebutuhan mereka.
DIMANA
DAN SIAPA BANGSA SUMERIA INI ?
Wilayah
yang disebut Sumeria berada di Timur Tengah di antara dan di sepanjang sungai
Efrat dan Tigris (Irak saat ini). Apakah Anda pernah bertanya pada diri
sendiri?
- Mengapa dan bagaimana peradaban Sumeria muncul dari antah berantah ?
- Siapa orang-orang Sumeria?
- Di mana mereka sebelum menetapkan diri mereka sebagai 'pemrakarsa' sejarah?
- Apakah mereka bermigrasi? Jika demikian, dari mana?
- Dan apa yang membuat mereka tiba-tiba 'bersinar' seperti bola lampu dalam sejarah panjang umat manusia dan peradaban?
Menurut
cerita pada tablet tanah liat dari Lu-dingir-ra Sumeria (bisa
diterjemahkan sebagai "manusia Allah") yang hidup 4000 tahun yang
lalu, ini adalah jawaban darimana mereka datang.
"Kami bermigrasi ke tempat kami hidup sekarang ribuan tahun yang
lalu, tetapi mereka tidak mampu menuliskan dari mana mereka berasa karena
mereka tidak tahu bagaimana menulis saat itu. Kemudian para ahli agama yang
penasaran dan juru tulis istana kerajaan mempelajari informasi secara
lisan dalam upaya untuk mencari tahu tentang masa lalu. Nenek moyang kami
datang ke negeri ini dari wilayah di pegunungan timur laut. Tetapi juga
mengatakan bahwa beberapa dari mereka telah datang melalui laut dari negeri
yang disebut Dilmun di timur. Dan alasan di balik ini migrasi ini dikatakan
berawal dari kekeringan tak terjelaskan di tempat asal mereka yang hangat dan
berhujan
Enlil Yang Agung telah mengijinkan kami,
'kaum berkepala gelap', menetap di sini. ... Menurut rumor dan
hasil penelitian saya tentang mengapa kita menyebut diri kita sendiri ”kaum
berkepala gelap”, saya temukan bahwa sebelum nenek moyang kita bermigrasi ke
sini, , orang dengan rambut pirang dan mata biru tinggal di samping wilayah
nenek moyang kita. Mereka para nenek moyang kita) mungkin telah
mengadopsi nama tersebut untuk memisahkan diri dari tetangga mereka.. Aku
tidak dapat membayangkan orang dengan rambut pirang dan mata biru Dan aku
tidak berpikir itu akan menyenangkan. Aku belum pernah melihat ada orang
seperti itu di negaraku."
Inilah
apa yang Lu-dingir-ra tuliskan pada tablet tanah liat. Daerah dimana
Sumeria didirikan sebenarnya adalah sebuah tempat persimpangan masyarakat,
budaya, dan rute perdagangan. Sumeria benar-benar berada tepat di tengah-tengah
'dunia kuno'. Sehingga tidaklah mengherankan ada semua jenis pengaruh
yang melewati wilayah sebelum dan di jaman bangsa Sumeria hidup. Dalam rangka
untuk mengetahui pengaruh-pengaruh dan fertilisasi silang yang telah mereka
telah bawa, kita harus melihat ke dalam wilayah ini lebih dalam.
Pusat-pusat
budaya tinggi dunia saat itu berkembang 5000 tahun lalu di sepanjang
sungai-sugai besar: budaya Mesir di Sungai Nil, Babilonia di Tanah Dua Sungai,
dan peradaban Indus. Peradaban Indus hampir dua kali ukuran Kerajaan Mesir dan
empat kali ukuran Kekaisaran Sumeria-Akkad. Sumeria berada di antara dua pusat
peradaban besar zaman itu. S. Radhakrishnan bahkan sampai pada kesimpulan bahwa
kebudayaan Indus dikaitkan dengan Sumeria, yang telah mengubah dirinya menjadi
budaya Babylonia, sehingga nantinya warisan tradisi ini diterima oleh Eropa.
Beberapa
segel berasal dari lembah Indus (beberapa dari mereka tertanggal setidaknya
tahun 2000 SM) ditemukan selama penggalian di kota-kota Babel kuno. Di Ur
mereka menemukan segel berasal dari jaman pra-Sargonid (2500 SM) yang merupakan
imitasi lokal segel India. Beberapa ahli berpikir bahwa elemen dasar dari
astrologi Babilonia mungkin berasal dari budaya Harappa. Sejumlah besar segel
Indus ditemukan sepanjang Sungai Efrat. Bangsa Elam adalah link penting antara
Mesopotamia dan peradaban Indus. Mereka tinggal di sebelah utara di pertemuan
sungai Eufrat dan Tigris, di wilayah yang dibagi antara Iran dan Irak hari ini. Penemuan
arkeologi sekarang menunjukkan bahwa budaya Elam awal berkembang di milenium
keempat Sebelum Masehi, berarti sekitar 200-400 tahun sebelum kebudayaan tertua
di pusat-pusat Lembah Indus pusat - budaya Amri - hanya 600 mil jauhnya dari
peradaban tinggi Harappa nantinya.
Semua
temuan ini bisa dijadikan bukti kontak penting antara India dan budaya tinggi
ke barat (tak terkira jauhnya bagi mereka di jaman itu) lebih dari 4000
tahun yang lalu. Dewa bangsa Celtic, Cernunnos, duduk dalam posisi Sang Buddha
sesuai dengan segel Harappa dari lembah Indus. Sejumlah analogi dan
korespondensi antara agama Celtic dan Celto-Iberia dengan India dapat ditemukan
dalam gagasan reinkarnasi, diet vegetarian, kultus pohon dan Swastika - sebuah
simbol yang masih ditemukan sampai hari ini di tulisan- pintu dari rumah-rumah
pertanian di Basque. Sebuah kepala Buddha dari periode yang sama bahkan telah
ditemukan di sebuah ruang pemakaman Celto-Iberia di selatan Perancis. Spekulasi
yang didapat adalah bahwa pada tahap awal dari budaya Amri (4 milenium SM),
suatu kelompok pesatuan suku-suku, yang darinya bangsa Sumeria berasal telah
menyebar di sebagian besar Asia Minor.
Kita
tahu bahwa suku Arya yang menginvasi lembah Indus awalnya tinggal di Anatolia
dan Iran utara. Dokumen-dokumen kontrak dengan aksara runcing yang berkaitan
dengan raja-raja orang Het dari Mitanni ditemukan di Bogazkoy di Anatolia
(tertanggal sekitar 1400 SM) berdiri sebagai saksi atas pertukaran pengaruh
budaya dalam beberapa abad. Dokumen-dokumen tersebut berisi doa kepada dewa
Mi-it-ra, Ur-w-na, Indar, Na-sa-at-ti-ia. Ini adalah dewa-dewa yang dipuja di
India kuno dengan nama yang sama: Mitra, Baruna, Indra, Nasatyas. Bangsa
Persia Kuno menyebut diri mereka 'Arya' dan bahasa mereka berbeda sedikit dari
bahasa Sansekerta. Avesta, kitab suci Iran kuno sebagian hampir identik dengan
Rig-Veda, teks tertua India.
Kita
bisa temukan kisah tentang Raja-Dewa India, Rama, dalam Avesta serta ramuan
ilahi 'soma' ('haoma dalam bahasa Iran kuno), dan sungai suci Saraswati
(Haraquati di Iran kuno). Dr B.G. Siddhart dari Hyderabad memberi tanggal
penulisan Avesta dan Ramayana secara meyakinkan dari tahun 7000 SM Itu belum
semua! Dalam pendapatnya, Rig-Veda itu berasal di Asia Kecil (Anatolia), 1000
tahun lebih awal dari dua buku tersebut. Sebuah tim peneliti dari Universitas
Heidelberg di Jerman telah menemukan sisa-sisa budaya kota yang sangat maju
yang berasal dari milenium 7 SM di Nevali Cori (Nevali Ceri) di Anatolia.
Patung-patung di sana termasuk patung ukuran seorang pria dewasa menampilkan
semua karakteristik dari seorang imam dari jaman Rig-Veda.
Peradaban
datang dan pergi di wilayah ini sejak Zaman Batu sampai ke zaman keemasan
kebudayaan Yunani-Romawi. Perdamaian dan kemakmuran pastilah menjadi tonggak
peradaban pada tahun-tahun tersebut di sepanjang Sungai Nil, Tigris dan Efrat
karena tidak ditemukan petunjuk yang mengarah pada sebuah kegiatan peperangan
dengan skala besar di wilayah ini, yang telah menjadi sabit subur dan pusat
banyak peradaban . Ini adalah wilayah berbentuk semi -lingkaran berbatasan
dengan gurun Arab di sebelah selatan, Yerushalim, Tirus, Sidon, Damaskus
(Dimişk-eS SAM) di sebelah barat, Haran dan Niniwe di sebelah utara, dan Ashur
(Asur), Babel, Ur di sebelah timur. Namun suatu hari, "tiba-tiba ',
gerombolan suku-suku nomaden Semitik dari jantung gurun Arab menyerang dengan
brutal di utara dan barat laut, di Mesopotamia, Suriah, dan Palestina.
Suku-suku pengembara yang menyerang ini disebut orang Amori, menyerang wilayah
bulan sabit subur. Mereka telah mengadopsi budaya Sumeria dan aksara
runcing tetapi tidak mengadopsi bahasa Sumeria. Bahasa mereka dikenal sebagai
Akkadia, salah satu bahasa dari keluarga Semit. Pada akhirnya, Kekaisaran
Sumeria dan Akkad runtuh pada tahun 1960 SM. Orang Amori mendirikan sejumlah
negara dan dinasti. Salah satu dari mereka akhirnya menjadi tertinggi: Dinasti
pertama dari Babel, pusat besar kekuasaan antara 1830-1530 SM. Rajanya yang
keenam adalah Hammurabi terkenal sebagai pemberi hukum. Lalu datanglah
Kekaisaran Asyur. Itulah sebabnya mitos Mesopotamia datang kepada kita lewat
bangsa-bangsa Sumeria, Babilonia dan Asyur.
Ini
adalah ringkasan yang sangat sangat singkat tentang Sumeria, posisi geografis
mereka yang sangat penting, wilayah mereka di persimpangan budaya, dan
bagaimana semuanya berakhir dengan serangan Amori. Kita semua tahu bahwa bangsa
Sumeria telah menemukan banyak hal yang menjadi 'pengalaman pertama' dalam
sejarah umat manusia. Namun di sini kita hanya tertarik dengan satu hal saja
dari produk temuan mereka, yakni : sistem keyakinan / keagamaan yang nantinya
menghantui umat manusia ribuan tahun sesudahnya.
Umat
manusia telah berangkat dari banyak penemuan bangsa ini dan juga telah membuat
banyak perbaikan yang luar biasa pada penemuan itu. Dan ini merupakan hal yang
wajar jika kita berpikir adanya rentang ribuan tahun yang memisahkan kita dari
mereka. Tapi meskipun semua perkembangan dalam bidang intelektual, teknologi,
dan psikologi yang ditemukan oleh bangsa Sumeria, adalah penemuan - sistem
kepercayaan – yang masih membingungkan pikiran berpendidikan dan tidak
berpendidikan dan membawa mereka dengan yakin akan konsep ketundukan 'umat
manusia,' dan 'oknum pencipta tertinggi ' dengan semua 'aksesori pengiringnya'.
Sekarang
kita sampai pada pertanyaan penting:
Apa
yang bangsa Sumeria ciptakan yang telah begitu menawan bahkan membelenggu
kesadaran manusia dan membuatnya menjadi 'hamba' dalam kerajaan dunia manusia
itu sendiri ?
Dalam
rangka memberikan jawaban atas pertanyaan ini kita harus melihat ke dalam
panteon dewa/allah bangsa Sumeria dan kosmogoni (kisah tentang asal-usul dunia)
mereka.
KOSMOGONI
SUMERIA
Bagaimana
alam semesta menjadi ada?
Bagaimana
alam semesta terorganisir?
Bagaimana
alam semesta berfungsi?
Bangsa
Sumeria telah lama berpikir tentang pertanyaan ini dan memperdebatkannya. Ada
alasan yang sah untuk berpikir bahwa ada guru-guru agama dan para pemikir yang
mengusulkan kosmologi yang cukup pintar dan meyakinkan, serta perspektif
teologis agama untuk menemukan solusi atas teka-teki ini pada 3000 SM.
Ide-ide ini kemudian menjadi populer di sebagian besar Timur Tengah. Namun
harus kita sadari bahwa tak satupun dari para sarjana ini memiliki kapasitas
untuk berpikir logis dan koheren tentang masalah ini. Bahkan para pemikir
Sumeria percaya bahwa persepsi mereka tentang hal-hal yang berada di luar
sengketa dan apa yang diketahui tentang fungsi penciptaan dan alam semesta
adalah pasti. Tidak ada kontradiksi dan diskusi. Pemikir Sumeria sudah mulai
dengan hal-hal yang mereka bisa amati di lingkungan mereka. Itulah mengapa alam
semesta teramati bagi mereka dianggap sebagai belahan kubah dari yang langit
dan bumi sebagai dasarnya. Nama yang mereka telah diberikan kepada pembentukan
ini berlaku untuk seluruh alam semesta: An-Ki (Langit -Bumi). Bumi bagi mereka
dipercaya sebagai piringan yang dikelilingi oleh air (laut). Mereka menyebut
laut Apsu-Abzu (Laut ini mengelilingi batas-batas dunia mereka yang terentang
dari pantai Mediterania sampai ujung Teluk Persia). Dan piringan ini (Ki) yang
mengambang bebas di laut, juga merupakan wahan diametris di atas sebuah bulatan
bola tak berujung.
Kubah
di atas bulatan bumi itu adalah langit. Kanopi tak terlihat di bawah laut itu
dianggap sebagai 'lawan-langit' yang meliputi dunia bawah (neraka). Bangsa
Sumeria menyebt neraka sebagai “Kur”. Mereka percaya akan adanya komponen
ketiga yang disebut 'Lil', yang maknanya adalah udara, napas dan roh. Tapi kita
bisa menerima 'angin' sebagai makna yang paling mendekati. Menurut bangsa
Sumeria matahari, planet-planet, bintang dan bahkan 'kecemerlangan' (dari
apapun) terbuat dari substansi yang sama. Dan di luar batas-batas alam semesta
teramati ini, di setiap arahnya, terdapat samudra kosmik misterius dan tak
berujung. “Ruang lingkup alam semesta” yang teramati ini diam dan berada di
pusat dari semua ini.
Kemudian
para agamawannya merasa perlu untuk menjelaskan sumber dari komponen kosmik
tersebut dan untuk menetapkan tahap-tahap pembentukannya: Ada permulaan. Hal
pertama yang ada di awal adalah 'bunda-samudera' purba tak berujung. Dari
idea “bunda-laut” inilah para agamawan & pemikir Sumeria mengambil konsep
"prima kausa / penyebab pertama," atau “penggerak-pertama”. Samudera
ini (Apsu-Apzu) melahirkan alam semesta. An-Ki (Langit - Bumi) terlahir. An-Ki
kemudian menciptakan Langit dan Bumi. Langit dan bumi kemudian melahirkan
keberadaan allah-allah lain. Tidak ada pemikir Sumeria mampu menjelaskan
sepenuhnya awal dari campuran kosmologi dan Theogony (konsep asal-usul menurut
perspektif keyakinan agama, bukan sains yang teramatai - Penerjemah) ini. Untuk
menemukan realitasnya kita harus berkonsultasi dengan apa mythographers telah
tulis.
Pada
tablet yang menuliskan daftar para dewa Sumeria, dewi Nammu, yang namanya
ditulis dengan kata 'laut' yang ditunjukan dengan piktogram, digambarkan
sebagai 'ibu yang memberikan kehidupan kepada Langit dan Bumi.' Dewa yang
memisahkan Bumi dan Langit adalah dewa Enlil.
Berikut
adalah kosmogoni Sumeria: Ada laut purba (Ibu-Laut) pada awalnya (Tidak ada
informasi mengenai asal-usul dan bagaimana hal itu muncul menjadi ada).
Ibu-Laut ini menghasilkan Gunung Kosmis-yang dibentuk oleh Langit dan Bumi yang
tak terpisah, An-Ki. Langit (An) adalah laki-laki dan Bumi (Ki) adalah
perempuan, penyatuan ini menghasilkan Enlil. Enlil dipisahkan langit dan bumi.
Sebuah mengambil langit. Enlil mengambil ibunya Ki (bumi) untuk dirinya
sendiri. Persatuan Ki dan Enlil mendirikan dasar bagi alam semesta yang
tertata.
Penyatuan
ini adalah titik awal sumber manusia, hewan, tumbuhan dan institusi peradaban.
Yang berarti alam semesta diciptakan oleh para entitas tertinggi ( yakni para
allah/tuhan/dewa yang jamak, bukan tunggal - Penerjemah). Para dewa pertama
bercampur dengan unsur-unsur kosmis: Langit, Bumi, Udara, Air. Dewa-dewa kosmik
ini melahirkan dewa-dewa lainnya yang 'lebih rendah'. Dewa-dewa 'lebih
rendah' ini akhirnya akhirnya menghasilkan segala sesuatu, bahkan memenuhi
sudut-sudut terkecil alam raya. Hanya dewa pertama (langit, bumi, udara, air)
yang adalah 'pencipta'. Karena mereka adalah penyelenggara alam semesta yang
berada dalam genggaman tangan mereka. Keberadaan, pengembangan dan kelangsungan
hidup kerajaan-kerajaan besar telah tergantung pada mereka. Ini adalah
'kebenaran pada dirinya' yang fundamental bagi bangsa Sumeria. Dewa-dewa ini
tidak mengungkapkan diri ke manusia. Setiap dewa bertanggung jawab di
sudut-sudut mata angin alam semesta yang berbeda.
Bangsa
Sumeria telah mulai konsep ketuhanan dari masyarakat manusia yang mereka tahu
dan kembangkan ke tingkat pengawas tertinggi dengan karakter super-human.
Dengan kata lain mereka telah menemukan 'kerajaan langit' (Mungkin
dalam pemahaman mereka ada kerajaan yang nyata di langit dari makhluk luar
angkasa, namun ini bukan topik bahasan kita) dengan berbagai macam dewa yang
tertata bertanggung jawab atas ini atau itu. Bagi bangsa Sumeria alam semesta
pastilah diawasi, diperhatikan, dikelola dan dikendalikan oleh makhluk superior
yang menyerupai manusia. Mereka membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut
seperti yang manusia lakukan. Bahkan para allah ini bertindak seperti manusia.
Mereka makan, membangun keluarga, mempekerjakan sejumlah besar pegawai. Mereka
tunduk pada nafsu dan kelemahan manusiawi. Semua dewa/allah ini tidak terlihat,
tetapi mereka memiliki patung-patung mereka di kuil-kuil. Para imam menunjukkan
rasa hormat besar kepada patung-patung dan dewa-dewa yang mereka wakili. Mereka
tidak pernah memikirkan kontradiksi antara kemiripan dewa dan manusia dan
kekekalan para dewa. Para dewa abadi tapi mereka membutuhkan makanan. Mereka
dianggap sebagai sangat berkuasa karena mereka memeritah alam semesta. Mereka
pikir para allah/dewa ini haruslah abadi karena kematian mereka dapat berarti
hilangnya tatanan alam semesta dan akibatnya hidup dapat berakhir.
Demikianlah
bagaimana bangsa Sumeria telah memformulakan keberadaan, sifat dan fungsi
mahluk super-human yang , abadi ini yang mereka sebut dingir (pencipta
tertinggi, dewa, tuhan, allah ). Tidak ada satupun sebenarnya dari kisah-kisah
penciptaan ala Sumero-Babilonia yang melukiskan suatu sosok dewa pencipta dalam
arti transendental, karena dewa-dewa ini merupakan bagian integral dari alam
semesta dan produk dari proses kreatif.
Ada
hirarki antara para dewa/ allah ini (Tentu saja harus ada dewa yang bertugas
atas beliung dan batu bata yang tidak mungkin setara dengan dewa yang
bertanggung jawab atas matahari.!) Di posisi puncak adalah Raja-dewa/allah. Dia
adalah kepala dewan para dewa/allah. Di garis depan dewan ini ada empat dewa
'pencipta' bersama-sama dengan tujuh dewa yang paling terkemuka yang menjadi
“penentu nasib”. Lalu ada lima puluh “dewa / allah besar”. Dewa pencipta
disebut An, Enlil, Enki dan Ninhursag. Ada alasan untuk percaya bahwa pada
awalnya bangsa Sumeria meyakini An sebagai dewa/allah tertinggi di dalam
panteon/ jajaran dewa. Tetapi dalam sumber-sumber kemudian sekitar 2500 SM kita
melihat Enlil sebagai memainkan peran dewa utama. Bagaimana, mengapa dan
kapan Enlil mengambil alih posisi An tidaklah jelas. Dokumen-dokumen tertua
yang dapat kita pahami menggambarkan dia sebagai “bapak para allah/dewa”, “raja
langit dan bumi”, “raja dari semua negara”.
Mitos
dan himne terkemudian memberitahu kita bahwa Enlil adalah dewa baik hati yang
bertanggung jawab untuk perencanaan dan penciptaan alam semesta dan juga
melengkapi ciptaannya dengan semua hal terbaik. Dia adalah sumber dari hampir
segalanya. Dalam tablet Sumeria yang dibaca dan dipublikasikan sejak tahun
1930-an himne dan mitos menggambarkan Enlil sebagai dewa yang ramah dan
kebapakan yang menjaga keamanan dan kesejahteraan umat manusia umumnya dan
Sumeria khususnya. Ninhursag yang juga dikenal sebagai Ninmah (Dewi Keagungan -
Magnificent Lady) adalah yang keempat dari empat “dewa pencipta”. Dia lebih
tinggi skalanya, datang sebelum Enki dalam daftar dewa. Dia yang memberikan
hidup kepada semua dewa. Ia juga disebut Nintu (Dewi Kesuburan – Fertile Lady).
Dia adalah ibu dari semua makhluk hidup. Enki, Dewa Apsu-Abzu (Dewa / allah
yang dalam tak terduga) dan dewa kebijaksanaan mengangani urusan-urusan
keduniawian dan bekerja harmonis dengan Enlil. Enlil merancang rencana umum dan
Enki mewujudkan rencana itu jadi nyata (Dalam semua 'agama berkitab', dimulai
dari Zoroastrianisme, selalu ada dewa / allah utama dengan dewa / allah yang
lebih rendah atau malaikat-malaikat di sekelilingnya). Tidak ada tempatnya
dalam alam berpikir bangsa Sumeria saat itu kecemasan untuk mencari asal-usul
peristiwa konkret dan kemajuan menuju peradaban. Semua ini terkait dengan efek
kreatif Enki. Segala sesuatu dijawab dengan 'Enki melakukannya' atau 'Enki
melakukannya dan menatanya sedemikian rupa begitu'. (Penerjemah- tidakkah anda
perhatikan kesamaan gambaran panteon dewa/allah ini dengan gambaran kerajaan
langit ala agama-agama politeistik dan monoteistik? Dalam agama-agama
monoteisme segala pencarian kritis tentang asal-usul manusia dan alam semesta
serta metafisika selalu dijawab dengan mudah dalam kalimat “allah/ tuhan telah
melakukan dan menatanya sedemikian rupa” sama seperti Dewa Enki dalam panteon
Sumeria!). Menurut
para bijak Sumeria, para dewa lebih suka moralitas dari pada amoralitas.
Kebaikan, keadilan, keceriaan dan kejujuran dewa ditinggikan di semua himne.
Utu, Dewa Matahari memiliki fungsi dasar sebagai pengawas tatanan moral. Tetapi
pada saat yang sama Sumeria percaya bahwa para dewa telah menanamkan dalam
manusia takaran yang sama kejahatan, kekejaman, dusta dan tirani.
Para
dewa/allah telah menemukan 'Me. Sebuah 'me' adalah prinsip yang diciptakan dan
ditugaskan oleh para dewa dengan tujuan untuk memastikan fungsi bebas masalah
alam semesta. Para 'Me’ dilihat sangat efektif dalam pembentukan manusia, dan
peradaban. Dewa memiliki banyak hal penting untuk dilakukan, dan tak seorang
pun akan mengharapkan diri untuk terlibat langsung dengan urusan
mahluk-mahluk fana di bumi. Seperti rakyat jelata yang memerlukan perantara
untuk meminta sesuatu dari seorang raja, manusia membutuhkan mediator untuk
membuat dirinya didengar oleh para dewa. Mediator ini harus yang disenangi oleh
para dewa-dewa. Keyakinan ini tidak diragukan lagi menciptakan konsep malaikat,
pribadi-pribadi yang berfungsi sebagai pengawas ilahi dan konsultan spiritual.
Para pengawas spiritual ini menjadi malaikat pelindung yang terhubung pada
pemimpin keluarga. Seseorang memohon kepada dan diselamatkan dari bencana oleh
‘pribadi’ pengawas ilahi ini. Singkatnya,
sistem kepercayaan bangsa Sumeria adalah politeistik. Entitas yang tertinggi
mereka (supreme being) seperti manusia. Tapi mereka abadi dan memiliki kekuatan
super-human. Mereka memiliki keluarga. Mereka hidup di bawah pimpinan
tuhan/allah/dewa utama yang berfungsi sebagai raja. Para entitas tertinggi ini
bisa bersedih, jatuh cinta, cemburu, berkelahi satu sama lain, dll seperti
manusia. Mereka juga bisa berbahaya. Mereka jatuh sakit, dan kena luka juga.
Entitas tertinggi dari langit, bumi, air dan udara adalah para pencipta, sedang
yang lain adalah para administrator dan pelindung.
Ada
sekitar 1500 masing-masing entitas tertinggi yang bertanggung jawab atas
sesuatu. Pengawas tertinggi bangsa Sumeria adalah allah yang bersifat
antropomorfik yang melambangkan fenomena alam dan kekuatan alam. Persembahan
kurban untuk para dewa dilakukan di kuil-kuil yang disebut Ziggurats. Para dewa
diyakini mengatur dan mengendalikan segalanya. Dewa matahari Utu (Dewa Shamash
dalam mitologi Babilonia) dianggap entitas tertinggi yang maha melihat dan
menjamin keadilan dan pemerataan, dan membantu umat manusia. Enki, Dewa
Kebijaksanaan dan Air adalah pelindung umat manusia dan penyihir. Dewi Inanna,
simbol planet Venus, adalah pelindung cinta dan pemburu. Semua entitas
tertinggi di Sumeria hidup sesuka hati. Mereka tidak pernah mengatakan kepada
manusia apa keinginan mereka. Manusia harus meminta entitas tertinggi jika
mereka ingin tahu keinginan mereka. Lebih lagi, keinginan dari para dewa dapat
dilihat dari tanda-tanda yang mereka tampakkan di hati dari hewan kurban yang
dipersembahkan manusia ! Cara lain yang dipakai pengawas tertinggi ini untuk
menyatakan keinginan mereka pada manusia adalah lewat mimpi.
Dalam
rangka untuk mengetahui nasihat dari para pengawas ilahi ini dan tindakan apa
yang manusia harus tempuh, harus pergi ke bait suci, membuat sesaji, berdoa dan
pergi tidur (Banyak budaya Timur Tengah, dan khususnya Muslim yang saleh
melaksanakan praktek bangsa Babilonia ini untuk berdoa dan pergi tidur,
berharap untuk mendapatkan mimpi, yang akan menjadi penunjuk tentang tindakan
atau kejadian tertentu apakah bermanfaat atau berbahaya). Bangsa Sumeria
percaya bahwa segala sesuatu dapat diketahui sebelumnya lewat konsultasi
spiritual. Keyakinan ini berlanjut sampai milenium 1 SM. Sistem
kepercayaan politeistik Sumeria secara bertahap menjadi monoteistik dengan
semua entitas tertinggi berubah menjadi malaikat, roh jahat, setan, dan jin
dalam sistem kepercayaan di kemudian hari. Sedangkan dewa utama berevolusi
menjadi konsep TUHAN YANG MAHA ESA (kita dapat melihat 'entitas-entitas
tertinggi ini dalam' agama-agama berkitab : Yudaisme, Zoroaster, Sabean,
Kristen dan Islam).
(disarikan dari beragam sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar